Senin, 29 Agustus 2016

Menangkal Bid`ah Al Barzanji

Dari “Kenapa Takut Bid’ah?”Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur hidup makhluk ini, pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha bijaksana, maha pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan Salam Allah, Malaikat dan semua makhluk, tetap tercurah tanpa henti-hentinya kepada makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam, pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta keluarga, para sohabat, tabi’in, tabi’u tabi’in, dan semua yang mengikuti mereka hingga Akhir alam ini.
https://scontent.fsub2-1.fna.fbcdn.net/v/t1.0-0/s180x540/402679_10150562085149054_192566066_n.jpg?oh=4b8f1162960833276643745424f83417&oe=583EAA5EQashidah Maulid al-Burdah, al-Barzanji atau ad-Daiba’i yang hampir setiap saat selalu di baca dan dilantunkan oleh sebagian warga di Indonesia kerap kali dinilai oleh orang-orang Wahhabi sebagai qashidah pujian terhadap Rasulullah yang ‘keblabasan’, karena di dalamnya tercatat ucapan-ucapan yang dinilai syirik terhadap Allah. Salah satu contohnya adalah qashidah sebagaimana berikut:

يَا مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ فَأَغِثْنِي وَأَجِرْنِي
فِي مُلِمَّاتِ اْلأُمُوْرِ يَا غِيَاثِ يَا مَلاَذِ

“Wahai Rasulallah yang menyelamatkan dari Neraka Sa’ir, tolonglah aku dan selamatkanlah aku.Wahai penolongku, wahai tempat berlindungku di dalam segala perkara-perkara yang sulit.”Dua qashidah tersebut memberikan pengertian bahwa ad-Diba’i menyifati Rasulullah dengan sifat sebagai Mujir (penyelamat), Ghiyats (penolong) dan Maladz (tempat berlidung). Dan hal tersebut dianggap oleh mereka sebagai kata-kata yang menyekutukan Allah. Karena menurut mereka ketiga kata tersebut hanya layak di sematkan pada Allah dan bukan kepada makhluk.
Sebelum mengetahui lebih dalam ketiga kata tersebut, harus difahami posisi antara Khaliq (Dzat pencipta) dan makhluq (yang di ciptakan) sebagai pijakan hukum apakah yang dilakukan oleh seseorang adalah bentuk syirik kepada Allah atau tidak. Allah, sebagai sang Al-Khaliq, adalah Dzat yang dapat memberi manfaat dan madharat, sementara makhluk tidak mempunyai daya apa-apa untuk memberikan manfaat atau madharat kepada orang lain. Begitu juga, Allah al-Khaliq, dapat memberi petunjuk atau hidayah kepada makhluk, namun makhluk sebagai hamba lemah tidak dapat melakukannya. Hal ini yang dii’tiqadkan oleh segenap pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.Manusia, termasuk Rasulullah dan lain-lain yang di sifati dengan kata mujir, ghauts dan maladz (semua mempunyai makna memberikan pertolongan atau perlindungan) adalah dalam kapasitas sebagai makhluk dan bukan sebagai Tuhan, Sang Khaliq Yang Maha Segalanya. Jadi, ada sekat jelas antara maqam (kedudukan) khaliq dan maqam makhluq.
Sekedar contoh, jika kita minta pertolongan atau meminta perlindungan kepada seseorang karena kita sedang kesusahan, dirundung marabahaya, atau akan dicederai orang lain misalnya, apakah berarti kita telah musyrik atau menyekutukan Allah karena tidak meminta perlindungan langsung kepada Allah? Tentu jawabnya tidak setelah kita memahami antara kedudukan khaliq dan makhluq diatas!?
Selanjutnya akan kita kupas ketiga kata tersebut:
Kata MujirLafaz mujir bukan termasuk Asma’ul Husna (Nama-Nama Allah yang Indah), karena nama tersebut tidak ada dalam 3 riwayat hadits tentang Asma’ul Husna yang ditulis oleh as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir. Selain dari pada itu, al-Munawi berpandangan bahwa—sesuai pendapat yang kuat—membuat shifat atau nama (secara khusus) untuk Allah adalah tauqifi (langsung dari Rasulullah) sehingga tidak boleh membuatnya sendiri miskipun materi lafaznya ada, kecuali ada langsung dalam al-Qur’an atau hadits shahih. Mengenai kata Mujir, dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 88 Allah berfirman:

قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ 

“Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi (menyelamatkan) tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui.”
Dalam Surat at-Taubah ayat 6 Allah berfirman:

وإنْ أَحَدٌ مِنَ المُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ أَبلِغهُ مَأْمَنَهُ

“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah dia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya.”
Kedua ayat tersebut memberikan pengertian bahwasannya sifat mujir (penolong) tidak hanya disematkan pada Allah, akan tetapi selain Allah juga dapat mempunyai sifat tersebut. Artinya, kata mujir bisa saja disifatkan pada Allah atau selain Allah. Dan, bagi selain Allah seperti Rasulullah atau yang lain, pertolongan yang diberikan adalah kadar kapasitasnya sebagai manusia atau makhluk bukan sebagai khaliq, yaitu seperti memintakan syafaat umatnya supaya tidak disiksa oleh Allah atau syafa’at supaya mendapatkan ampunan dari Allah dan lain-lain. Sama halnya dengan kata ar-Rauf dan ar-Rahim yang juga di sematkan pada Rasulallah, selain kedua kata tersebut juga termasuk asma’ul husna bagi Allah. Dan keduanya mempunyai sekat yang jelas antara Tuhan dan makhluk.( Mengenai pembahasan memohon syafa’at setelah Rasulullah wafat, lihat secara khusus dalam kitab At-Tahdzir ‘an al-Ightirar bima Ja’a fi Kitab al-Hiwar hal 141 dengan di sertai dalil-dalilnya yang kuat. Hal ini merupakan bantahan terkait dengan tuduhan aliran Wahhabiyyah – salah satunya adalah Abdullah bin Mani’ pengarang kitab Hiwar ma’a al-Maliki- bahwa memohon syafaat Rasulallah setelah beliau meninggal adalah termasuk perbuatan syirik ).
Sayyid Hasyim ar-Rifa’i saat menjelaskan kemampuan Rasulullah dalam memenuhi kebutuhan dan menghilangkan kesusahan para manusia (dalam shalawat Nariyyah) mengatakan bahwa memenuhi berbagai kebutuhan dan menghilangkan kesusahan adalah Allah yang dapat melakukannya dengan tanpa bimbang sama sekali kecuali orang kafir dan orang yang bodoh. Sedangkan menisbatkan pekerjaan tersebut kepada Rasulullah adalah nisbat majazi (nisbat yang tidak haqiqi atau dalam ilmu balaghah di sebut majaz aqli).
Kata GhiyatsAsma ghiyats (al-Mughits) banyak diakui sebagai salah satu sifat Rasulullah. Meskipun Allah juga mempunyai asma ghauts (al-Mughits) dan tercatat sebagai Asma’ Husna dalam satu riwayat. (Fatawi Haditsiyyah hlm. 204. Darul Fikr.)
Artinya, sebagaimana Allah yang menyandang sifat ghauts, selain Allah seperti Rasulullah atau selainnya juga bisa menyandang sifat tersebut, namun dalam koredor kapasitasnya sebagai seorang makhluq. Dengan begitu, sifat ghauts yang dimiliki Rasulullah adalah sifat menolong dan membantu insan lain dari segala kesusahan dan lain-lain dan hanya sebatas yang dimampuni oleh Rasulullah, seperti memintakan syafa’at kepada Allah agar supaya orang-orang tertentu diampuni, diselamatkan dari siksa api neraka, derajatnya di tinggikan dan lain-lain.Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id juz 10/159 dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir disebutkan:

لاَ يُسْتَغَاثُ بِى إِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ

“Aku tidak dibuat untuk itighatsah, tapi yang dibuat istighatsah adalah Allah.”
Hadits ini kerap sekali di buat dalil tentang keharamannya melakukan istighatsah (meminta tolong) kepada Rasulallah oleh mereka orang-orang yang ingkar terhadap legalnya beristighatsah, namun membuat dalil hadits di atas sebagai pelarangan adalah kesalahan, karena jika yang di maksudkan adalah haram beristighatsah kepada Rasulullah secara mutlak, niscaya akan bertentangan dengan apa yang di lakukan oleh para shahabat yang juga melakukan istighatsah, bertawassul dan memohon do’a kepada beliau. Dan Rasulallah melayani dengan senang hati. Maka dari itu, hadits diatas butuh penta’wilan dan penjelasan.
Menurut Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam Mafahim Yajib an Tushahhah hal. 188, sabda Rasulallah tersebut bertujuan menetapkan hakikat tauhid dalam pondasi i’tikad (aqidah) yang sebenarnya, yakni bahwasannya al-Mughits secara hakikat adalah Allah, sementara hamba hanya berkapasitas sebagai perantara dalam hal yang dimaksud. Atau Rasulullah dalam hadits diatas bermaksud memberi pengertian kepada para shahabat agar tidak meminta kepada hamba tentang sesuatu yang tidak mampu di lakukannya, seperti memasukkan ke dalam syurga, selamat dari api neraka atau menanggung mati husnul khatimah.
Sebagai bukti bahwa makhlukpun dapat di sifati mughits adalah dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 15 disebutkan berikut:

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلاَنِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu ada dua laki-laki yang berkelahi, yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya dan matilah musuhnya itu.”
Dalam hadits shahih tentang doa istisqa’ (meminta hujan) yang masyhur diriwayatkan oleh Abu Dawud (no 988), Ibnu Majah (no 1260), al-Hakim (no 1226), al-Baihaqi (no 6230), dan lain-lain disebutkan:

اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا

“Wahai Allah, berilah kami hujan yang dapat menolong.”
Hadits doa meminta hujan tersebut menggunkan kata “mughits” (hujan yg memberikan pertolongan) serta yang mengajarkan adalah Rasulullah.
Kata MaladzMaladz artinya, Rasulullah merupakan ghiyats bagi orang-orang yang meminta perlindungan atau menjadi tempat berlindung saat Allah sedang murka. Pengertian kata ini juga sama dengan 2 kata di atas, artinya Rasulullah mampu melindungi sekedar kapasitas kemampuan beliau. Termasuk perlindungan Rasulullah di akhirat adalah ketika para makhluk merasa keberatan dan kepanasan di padang makhsyar, yaitu supaya semua makhluk sesegera mungkin dihisab oleh Allah (syafa‘atul ‘uzhma atau maqam mahmud).Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Bukhari, dalam Shahih-nya:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ وَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُو يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ ثُمَّ بِمُوسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya matahari pada Hari Kiamat telah dekat sehingga keringat manusia akan mencapai separuh telinga. Pada saat itu mereka meminta tolong (ghauts)kepada Adam, kemudian kepada Musa, dan terakhir kepada Muhammad Saw.”
Itulah jawaban yang harus disampaikan, karena ucapan para penyair yang menulis qashidah mada’ih an-nabawiyyah (puji-pujian Nabi) seperti al-Barzanji, ad-Diba’i dan al-Bushiri dalam al-Burdah adalah sudah benar adanya dan tidak menyelisih dari ajaran Rasulullah. Selain itu, mereka juga muslim taat yang sangat berhati-hati dan menghindari hal-hal yang berbau syubhat dan syirik. Apakah penyair-penyair di atas sedemikian bodoh dan hina di mata mereka?! Demi Allah, mereka adalah orang soleh!

Top of Form

Bottom of Form


Rabu, 24 Agustus 2016

Memahami Keluwesan Pemikiran tentang islam

Problem hidup keagamaan di Indonesia mengalami proses pencarian kedewasaan. Untuk menuju kedewasaan beragama itu tentunya harus melewati masa kekanak-kanakan dan keremajaan. Islam di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Apalagi jika muncul istilah agama garis lurus yang sangat mengesankan adanya agama garis melengkung. Inilah yang patut untuk dibahas agar wacana keagamaan tidak menjadi bias.
Agama pada hakikatnya menjadi landasan hidup yang bersifat spiritual dan sosial. Ada keyakinan yang ditanamkan oleh agama agar manusia itu tidak asal dalam berfikir dan bertindak. Misalnya berfikir bahwa ia bisa hidup sendiri tanpa ada yang membuat hidup. Dan manusia mampu berbuat sendiri tanpa campur tangan yang lain. Agama hadir sebagai penguat bahwa manusia hanyalah “ciptaan” dan didorong untuk “berusaha”. Dzat yang menciptakan itulah disebut Tuhan.
Tuhan dan manusia dipertemukan dalam sebuah institusi yang bernama agama. Dengan kata lain, agama menjadi tempat bersandar agar manusia sadar adanya Tuhan yang harus diyakini menciptakan, mengatur dan menentukan nasib manusia. Dalam usaha mendekat pada Tuhannya inilah, manusia akan terukur ketaatan beragama. Sehingga posisi agama terkadang memang berbeda di hadapan manusia.

Ideologi Lurus
Hadirnya agama garis lurus ini menjadi bagian dari komitmen manusia untuk menyebut agama sebagai ideologi yang tidak boleh dibelokkan. Bahwa agama yang ada itu harus di bawah komando Tuhannya. Itu yang tepat dalam dimensi agama secara teologis. Namun ada yang membuat tidak nyaman, dimana agama garis lurus ini sangat gampang menyebut kelompok yang berbeda menjadi “kafir” dan “sesat”.
Model agama garis lurus inilah yang kemudian perlu dikritisi sebagai model agama yang sukses secara teologis dan gagal dalam konteks sosiologis. Lebih tepat bahwa agama garis lurus ini menjadi agama mainstrem yang berkiblat pada fanatisme dan cenderung doktriner. Apalagi dalam proses memaknai kebenaran terkadang tidak mampu dioperasionalkan.
Kelurusan agama yang dikampanyekan justru membuat orang lain gelisah, sehingga merasakan bingung untuk menentukan basis berideologi. Dalam agama
 Islam misalnya tegas disebutkan oleh Nabi bahwa agama itu mudah dan tidak perlu dipersulit, tetapi jangan sampai mempermudah agama. Artinya bahwa visi Islam yang dibawa oleh Rasulullah itu sangat simpel: beragama dengan mudah dan tidak menyulitkan orang.
Wajah agama garis lurus ini akan menjadikan orang benar-benar mampu memurnikan ajaran Tuhannya. Sehingga perlu sekali untuk meluruskan kembali hakikat beragama secara sosial. Akan lebih lurus lagi jika kekuatan doktrinasi agamanya itu diimbangi dengan kelurusan terhadap lingkungan sekitar. Sehingga cara beragama itu menjadi lebih sempurna hablun minallah (hubungan dengan Tuhan) dan hablun minannas (hubungan dengan manusia). Jadi untuk menjadikan agama garis lurus itu sebaiknya berdasarkan dua hal tersebut.

Islam Moderat
Salah satu usaha untuk mewujudkan agama garis lurus dengan paradigma teologi-sosial, maka perlu ditekankan pola
 Islam moderat. Yang dimaksudkan adalah Islam yang mampu berdialektika dengan lingkungan dan teguh dalam berteologi. Dan ini memang tidak mudah. Butuh banyak perangkat untuk menjadikan hidup beragama secara moderat.
Beragama secara moderat tidak kemudian membuat orang tidak konsisten. Di satu sisi memegang teguh dasar teologi, tapi di sisi lain harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Padahal seringkali lingkungan itu bertolak belakang dengan teologi-normatif. Maka disitulah indahnya orang beragama yang harus dimaknai secara luas. Kalau tidak dipahami secara luas, maka agama akan bergeser menjadi alat untuk menjustifikasi kesalahan-kesalahan orang lain.
Ketika agama berhenti pada penyalahan orang lain, seharusnya ada dorongan untuk mengingatkan dan meluruskannya. Akan tetapi yang terjadi tidak demikian. Ketika menyebut orang lain salah—tidak diingatkan untuk menjadi benar—tetapi bicara kesana kemari kalau dirinya paling benar. Pada titik inilah terjadi konflik agama terselubung. Dan membuat agama yang disebut lurus itu menjadi melengkung.
Oleh sebab itu, ada empat hal pokok yang perlu ditata kembali mengenai pola hidup beragama di
 Indonesia ini.
Pertama, agama menjadi panduan hidup berketuhanan. Agama harus dimaknai sebagai doktrin Tuhan yang menguatkan kita sebagai insan yang beragama. Ketika sudah menyebut beragama, maka sikap hidup akan berbeda dengan orang yang tidak beragama (tidak bertuhan). Orang yang beragama akan lebih dewasa dan nyaman dalam hidup.
Kedua, agama menjadi nasehat hidup untuk berdampingan. Tidak ada dalih yang membuat orang beragama itu selalu ingin bermusuhan dengan agama lain—jika agama dijadikan nasehat hidup. Sebab agama itu tidak hanya menghadirkan cara berfikir akhirat saja. Tetapi agama juga mendorong cara berfikir rasional untuk kepentingan dunia (hidup). Oleh sebab itu, agama perlu dijadikan pemersatu, bukan sebagai alat konflik.
Ketiga, agama menjadi penyelesai masalah. Jika ada masalah yang terjadi dalam bidang agama, maka tokoh-tokoh agama perlu hadir menyelesaikan dengan argumentasi agamanya. Dan banyak tokoh-tokoh agama Indonesia yang memiliki kekuatan bersifat moderat yang menjadi negerinya damai dan tentram. Apalagi dengan bukti kemerdekaan yang sudah berusia 70 tahun, menunjukkan agama Indonesia sebagai agama yang sangat toleran.
Dan keempat, agama menjadi mitra dalam segala usaha duniawi-ukhrawi. Cara hidup moderat dalam agama adalah solusi nyata. Dimana orang akan lurus dalam beragama dengan pola hidup beribadah
 dan bersosial. Agama dengan basis spiritual-sosial ini yang akan menjadikan lurusnya agama sebagai ibadah terhadap Tuhannya dan bakti pada masyarakatnya.
Dengan demikian, agama garis lurus bukan sekedar lurus pada Tuhannya tetapi melenceng terhadap sosial. Garis lurus agama harus seimbang keduanya, lurus Tuhan dengan teologi-moderat dan lurus pada masyarakat dengan hidup secara toleran. Jika itu dilakukan, maka suasana hidup beragama di Indonesia kelak menjadi semakin dewasa.*)

Jumat, 19 Agustus 2016

Burung Masjid

MASJID NURUL YAQIN JERUA..Akhirnya dibuka kembali setelah sebelumnya ditutup selama tiga jam akibat ditemukannya Virus H4N7U BIRD yang mengakibatkan iritasi kulit yg mengakibatkan gatal-gatal, setelah dilakukan penelitian dpt dipastikan penyebabnya berasal dari sarang burung hantu yg sedang berkembang biak diatas sampulantai masjid.dan sejauh ini Marbot kita Abu Ikbal yg didampingi Ummu Ikbaltelah melakukan Foging guna mencegah merabaknya virus tsb.
Menurut keterangan beberapa orang saksi yang langsung berada di TKP bahwa virus2 bekecamatan pada baju jamaah yang berada di bawah kipas. Setelah vogging kondisi masjid masih belum kondusif dikarenakan masih mambun semprot. Beruntung jinembah selaku sekretaris merebot online datang membereskan masjid yang baru selesai dipel oleh marbot yang sedang mengganti coustum untuk memimpin salat jemaah

dari penggalan berita diatas Di sini saya ingin sedikit menulis tentang burung hantu. Burung hantu yang saya tulis adalah jenis BURUNG HANTU SERAK JAWA, atau bahasa latinnya adalah TYTO ALBA. Burung hantu ini mempunyai ciri-ciri :

* Kepala besar dan paruhnya seperti kait.
* Mempunyai cakar yang kokoh.
* Muka lebar dan berbentuk seperti cakram. * Sayap berbentuk bundar. * Ekor pendek. * Pada bagian bawah bulu lembut, berwarna putih atau kekuningan. * Sisi atas ekor berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam. * Pada mata bagian atas berwarna coklat. ● Menghuni lubang pohon, atap gedung,jurang atau tebing jurang. ● Tidak pernah dijumpai bersarang di atas tanah. ● Dapat bersarang pada kandang buatan gupon.
● Bisa dikembangkan di
● Bisa dikembangkan di
● Bisa dikembangkan di areal persawahan.
● Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak pepohonan.
● Tidak bersifat migratori.
● Bersifat penetap 1,6 – 5 km sekitar sarang.
● Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak pepohonan. ● Tidak bersifat migratori. ● Bersifat penetap 1,6 – 5 km sekitar sarang. ● Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak pepohonan. ● Tidak bersifat migratori. ● Bersifat penetap 1,6 – 5 km sekitar sarang.



PERILAKU DAN HABITAT
● Aktif pada malam hari.
PERILAKU MAKAN DAN MAKANAN
Anak burung hantu setelah berumur 7 minggu (periode berbulu) akan meninggalkan sarang induknya untuk mencari makanan sendiri. Burung hantu jenis ini dapat terbang sejauh 12. Mempunyai indra pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam dalam keadaan gelap, karena bisa menemukan mangsa dari jarak 500 meter. Saat terbang, burung hantu tidak mengeluarkan suara. Makanan yang spesifik adalah tikus (98 – 99 %), sementara sisanya adalah mamalia lainnya. Burung ini mempunyai cara makan yang unik yaitu bagian lemak dan daging dicerna, sedangkan tulang dan kulit serta rambut/bulu dipisahkan kemudian dikeluarkan dalam bentuk gumpalan(pelet) melalui mulut yang dijatuhkan di sekitar sarang.

Inilah yang sedikit saya tahu tentang burung hantu yang bisa di gunakan untuk mengendalikan hama tikus. Saya harap rekan-rekan bisa menambahkan.

Minggu, 07 Agustus 2016

Hizib NW

Bismillahi wabihamdihi
Assalamu alikum warohmatullahi wabarokatuh
Tampa di sengaja seorang guru menyuruh saya untuk menyampaikan Beberapa patah kata selepas pembacaan hizib nahdlatul wathan di madrasah, dengan modal seadanya saya menyampaikan beberapa pesan penting mengenai pelaksanaan pembacaan hizib nahdlatul wathan antara lain ,
1.      Hizib nahdlatul wathan adalah satu-satunya senjata yang di tinggalkan Maulana syeikh untuk menjadi benteng perjuangan nahdlatul wathan, untuk menjaga I’tiqad Ahlusssunnah waljamaah,ala mazhabissafi’I, dan thoriqot hizib nahdlatul wathan.
2.      Sebagaimana yang termaktub dalam halaman sampul hizib nahdlatul wathan Wala tufsiduu pil ardhi ba’da ishlahiha wad’u khaufan wathoma’a innarohmatallahi qoribun minal muhsinin”  dan janganlah sekali-kali engkau semua membuat kerusakan dimuka bumi ini setelah kamu melaksanakan kebajikan, karena sesungguhnya rahmat allah sangat dekat kepada orang-orang yang senantiasa melaksanakan kebajikan.
3.      Hizib nahdlatul wathan adalah karya agung maulana syeik Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang telah mendapatkan banyak sanjungan dan pujian baik dari guru-guru beliau maupun dari teman-teman beliau, serta para ulama’ baik dalam negeri maupun luar negeri karena hizib nahdlatul wathan adalah do’a masa depan bangsa,
4.      Hizib nahdlatul wathan adalah kumpulan do’a para auliya’ allah dan para ulama’ thoriqot seluruh dunia beserta do’a para nabi dan rosul serta sahabat-sahabat beliau.
5.      Hizib nahdlatul wathan adalah kolaborasi antara Do’a ulama’ tasawwuf dan ulama’ fikih yang palih Sempurna dalam tata bahasanya.
6.      Dan yang paling terakhir hizib nahdlatul wathan adalah milik ummat, boleh dibaca oleh seluruh kecendrungan baik organisasi islam manapun dan apapun, karena konteks hizib nahdlatul wathan selalu aktual sepanjang sejarah..
Demikianlah NW, ia akan tetap hidup jika gerak kultural spiritualnya hidup. Tariqat Hizib-nya hidup, jamaah wiridnya eksis, kelompok2 Syafa'ahnya jalan, latihan2 bentengnya masih ada. 
Semoga tulisan singkat ini bisa member kontribusi yang bermanfaat bil khusus kepada penulis pribadi maupun kepada seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru tanah air.
Wallahul muwaffiqu walhadi ilasyabilirrosyad
Wasssalamualaikum waroh matullahi wabarokatuh

Lotim,08/agustus/2016