Senin, 07 Maret 2016

Sang Gubernur


Sya tersentak membaca dua tulisan akhir2 ini karena sepertix berhubungan erat dengan beberapa ramalan-ramalan dari beberapa spiritual Jawa dan naskah2 kuno Jawa..
Yg pertma sya ringkas dr tulisan 
Oleh: Dahlan Iskan yg dimuat di semua koran jrgn JPNN
Tuan Guru dgn Masa Depan yg Panjang
Senin, 
22 Februari 2016
Inilah gubernur yang berani mengkritik pers. Secara terbuka. Di puncak acara Hari Pers Nasional (HPN) pula. Di depan hampir semua tokoh pers se-Indonesia. Pun di depan Presiden Jokowi segala. Di Lombok. Tanggal 9 Feb lalu.
Sang gubernur memang pernah bertahun-tahun belajar di Mesir, setelah menyelesaikan studynya di pesantren GONTOR. Di universitas paling hebat di sana: Al Azhar. Bukan hanya paling hebat, tapi juga salah satu yang tertua di dunia.
Dari Al Azhar pula, sang gubernur meraih gelar doktor. Untuk ilmu yang sangat sulit: tafsir Alquran. Inilah satu-satunya kepala pemerintahan di Indonesia yang hafal Alquran. Dengan artinya, dengan maknanya, dan dengan tafsirnya.
Saya mengenal banyak gubernur yang amat santun. Semua gubernur di Papua termasuk yang sangat santun. Yang dulu maupun sekarang. Tapi, gubernur yang baru mengkritik pers itu luar biasa santun. Itulah gubernur NTB: Tuan Guru Dr KH Zainul Majdi. Lebih akrab disebut Tuan Guru Bajang.
Gelar Tuan Guru di depan namanya mencerminkan bahwa dirinya bukan orang biasa. Dia ulama besar. Tokoh agama paling terhormat di Lombok sejak dari kakeknya. Sang kakek punya nama selangit. Termasuk langit Arab: Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid.
Di Makkah, sang kakek dihormati sebagai ulama besar. Buku-bukunya terbit dalam bahasa Arab. Banyak sekali. Di Mesir, juga di Lebanon. Menjadi pegangan bagi orang yang belajar agama di Makkah.
Sang kakek adalah pendiri organisasi keagamaan terbesar di Lombok: Nahdlatul Wathan (NW).
Selama karirnya itu, Tuan Guru Bajang memiliki track record yang komplit. Ulama sekaligus umara. Ahli agama, intelektual, legislator, birokrat dan sosok santun. Tutur bahasanya terstruktur. Pidatonya selalu berisi. Jalan pikirannya runut.
Kelebihan lain: masih muda, 43 tahun. Ganteng. Berkulit jernih. Wajah berseri. Murah senyum. Masa depannya masih panjang. Pemahamannya pada rakyat bawah nyaris sempurna.
Sang gubernur kelihatannya menguasai ilmu mantik. Pelajaran penting waktu saya bersekolah di madrasah dulu.
Sebagai gubernur, Tuan Guru Bajang sangat mampu dan modern. Sebagai ulama, Tuan Guru Bajang sulit diungguli. Inikah sejarah baru.?? Lahirnya ulama dengan pemahaman Indonesia yang seutuhnya? Subhanallah.
--------------
Tulisan kedua dari DR RIZALDI SIAGIAN budayawan dan etnomusikolog terkemuka secara lbh jelas menanggapi tulisan Dahlan Iskan di WA group AMAN
sbb : 
Tentang Gubernur NTB [Presiden RI Masa Depan]
Bila kita ingin masa depan Indonesia jadi lebih baik, maka bangsa ini harus dipimpin oleh sosok langka seperti DR. KH. Zainul Majdi ini.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa utk menjadi Presiden di negeri ini maka dia harus menjadi 'MediaDarling' sayangnya Pemimpin berkualitas dan berkualifikasi seperti Beliau "mustahil" akan didukung oleh para taipan Media, apalagi dengan latar belakang keislamannya yg begitu kental.


Kamis, 03 Maret 2016

Hidup Dan Popularitas



Hidup dan perestasi adalah sekeping mata uang logam yang sulit terpisahkan satu dengan yang lain, bila salah satunya hilang maka akan terjadi ketimpangan disalah satu pihak dan akan menimbulkan kecemburuan social. Hal tersebut tentunya harus disiasati oleh seorang mukmin yang beriman kepada allah karena sesungguhnya hidup mereka adalah untuk beribadah kepada allah SWT.
Barangsiapa yang suka untuk dikenang jasanya (prestasinya), maka ia tidak akan pernah dikenang, dan barangsiapa yang enggan untuk dikenang jasanya, maka orang-orang akan mengenangnya.
Maksudnya adalah, barangsiapa yang suka dengan ketenaran dan pangkat yang tinggi, maka orang-orang tidak akan mengingatnya. Dan mereka yang tidak suka dengan ketenaran maka manusia akan mengingatnya. Ini adalah perkataan yang didasari pada kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka orang-orang yang zuhud terhadap ketenaran, orang-orang yang ikhlas dari kalangan Ahlus-Sunnah, Allah menganggkat derajat mereka sebagai orang-orang terbaik di umat ini. Orang-orang pun mengenal mereka dan memuji mereka di hadapan manusia, karena kezuhudan dan keikhlasan mereka.
Sebagaimana kita kenal di antara mereka adalah, Empat Imam Madzhab, Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’I dan Ahmad Rahimahullah. Juga Ibnu Mubarak, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Ubaid al-Harbi, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, serta Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, an-Nawawi, dan al-‘Izz bin Abdus-Salaam, barang siapa yang mengikuti kisah hidup mereka, ia akan menemukan pesan hikmah mereka kepada umat ini.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Seorang laki-laki yang beramal, ia tidak mengharapkan apapun kecuali Wajah Allah. Maka orang-orang akan menyukainya, (dalam riwayat lain, “maka orang-orang akan memujinya”). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi orang-orang yang beriman.”
Kesimpulannya, seorang mukmin tidak mengharapkan pujian manusia ketika mreka beramal. Akan tetapi ia mengharapkan Ridho Allah. Maka Allah akan mengingatnya dan memberikan kecintaan manusia kepadanya. Karena Allah lah yang menguasai hati manusia. Adapun ketenaran dalam segala keadaannya, tidaklah menyegerakan manfaat bagi manusia ataupun mengakhirkannya. Tapi ia akan mendatangkan kesulitan dan penderitaan. Dan sungguh, Allah telah menyiapkan ganjaran bagi mereka yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman-Nya,
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ¬¬¬¬
Negeri akhirat itu, kami kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Dan akhir yang baik bagi mereka yang bertakwa.” (Al-Qashshash: 83)
Bahwasanya para salaf, pendahulu umat ini, mereka tidak menggemari ketenaran bahkan melari diri darinya. Apabila mereka di kenal atau terkenal di suatu daerah, maka mereka akan segera pindah dari daerah tersebut. Ada juga salah seorang dari mereka yang menyelesaikan hafalan al-Qur’annya tapi tidak ada satu pun tetangganya yang mengetahui bahwa ia telah menyelesaikan hafalannya.
Di antara mereka ada yang berpuasa selama satu tahun penuh dan istrinya tidak mengetahui hal itu, setiap pagi ia keluar membawa makan paginya kemudian menyedekahkannya kepada orang lain. Dan melanjutkan kegiatannya, berdagang di pasar hingga terbenam matahari. Kemudian kembali dan berbuka puasa di rumahnya.
Maka barangsiapa yang suka diingat jasa-jasa dan prestasinya, manusia tidak akan pernah mengingatnya. Karena hal ini bermula dari lemahnya niat dalam beramal, dan kecintaan terhadap dirinya sendiri. Dan barang siapa yang enggan diingat jasanya, maka manusia akan selalu mengingatnya. Karena ia benci terhadap ketenaran, dan beramal dengan ikhlas karena Allah ta’alaa, hanya mengharapkan balasan dari-Nya. Wallahu a’lam.


Rabu, 02 Maret 2016

Tentang Halal Haram

Halal dan haram dalam islam adlh suatu pembahasan yang cukup komplek karena halal dan haram menyentuh hampir seluruh lini kehidupan muslim tak terkecuali dalam hal mengumpulkan harta.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan beroleh pahala, bahkan dosanya akan menimpa dia,” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak seorang pun yang bekerja untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan haram kemudian ia sedekahkan, bahwa sedekahnya itu akan diterima; dan kalau dia infaqkan tidak juga mendapat barakah; dan tidak pula ia tinggalkan di belakang punggungnya (sesudah ia meninggal), melainkan dia itu sebagai perbekalan ke neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapuskan kejahatan dengan kejahatan, tetapi kejahatan dapat dihapus dengan kebaikan. Kejelekan tidaklah dapat menghapuskan kejelekan,” (HR Ahmad).
Oleh karena itu, barangsiapa mengumpulkan uang yang diperoleh dengan jalan riba, maksiat, permainan haram, judi dan sebagainya yang dapat dikategorikan haram, dengan maksud untuk mendirikan masjid atau untuk terlaksananya rencana-rencana yang baik lainnya, maka tujuan baiknya tidak akan menjadi syafaat baginya, sehingga dengan demikian dosa haramnya itu dihapus. Haram dalam syariat Islam tidak dapat dipengaruhi oleh tujuan dan niat.
Demikian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula. Allah pun memerintah kepada orang mu’min seperti halnya perintah kepada para Rasul.”
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat:
“Hai para Rasul! Makanlah dari yang baik-baik (halal) dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya aku Maha Mengetahui apa saja yang kamu perbuat,”(QS al-Mu’minun: 51).
“Hai orang-orang yang beriman! Makanlah dari barang-barang baik yang telah Kami berikan kepadamu,” (QS al-Baqarah: 172).
Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian ada seorang laki-laki yang datanq dari tempat yang jauh, rambutnya tidak terurus penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa: Yaa Rab, Yaa Rab (hai Tuhanku, hai Tuhanku), padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan barang yang haram pula, maka bagaimana mungkin doanya itu dikabulkan,” (HR Muslim dan Tarmizi)
Adapun  masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji.
Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan prinsip apa yang disebutal-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik, boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula.