Semua, dan sebagian yang kita jalani dalam hidup kita tak
selamanya benar begitupula sebaliknya tak selamanya salah. Begitulah takdir
kehidupan masing-masing kita.
Saya pernah mengalami suatu peristiwa, dan kala itu saya
melakukan sesuatu hal yang menurut saya benar namun sayang ketika peristiwa itu
diketahui orang lain maka dengan serta merta menjadi salah. Karena mereka
melihat perbuatan saya itu dari sudut pandang yang berbeda.
Ada sebuah kisah menarik yang sangat popular dikalangan
kita tentang pemilik keledai,
Suatu hari ada seorang ayah dan anaknya yang bepergian menuju ke pasar
dengan menaiki keledai. Tujuannya untuk menjual keledai tersebut. Karena
jaraknya yang cukup jauh diperlukan waktu hampir setengah hari.
Mereka membawa keledainya dengan dituntun. Di tengah perjalanan mereka
bertemu dengan orang yang baru kembali dari pasar. Orang tersebut kemudian
berkata “ Kenapa kalian capek-capek berjalan kaki. Bukankah keledai dapat
dinaiki? Alangkah enaknya jika kalian naik saja keledai itu”
Mendengar perkataan itu, ayah dan anaknya kemudian menaiki keledai itu.
Keledai itu ternyata tak cukup besar sehingga terlihat kepayahan. Tetapi karena
lebih menghemat tenaga maka mereka tetap menaikinya.
Tak berapa lama, bertemulah mereka dengan penjual sayuran yang sedang
menunggu pembeli memilih-milih sayurannya. Kemudian penjual sayuran itu melihat
keledai yang kepayahan membawa ayah dan anaknya di punggungnya. “ Ah betapa
kasihannya keledai itu, sudah badannya kecil dinaiki oleh ayah dan anaknya yang
berat. Benar-benar tidak memiliki kepedulian kepada hewan.”
Mendengar perkataan tersebut, ayah dan anaknya turun dari keledai.
Kemudian memutuskan bahwa sebaiknya satu orang saja yang menaiki keledai, satu
orang yang menuntun keledai. Maka diputuskanlah anaknya yang naik keledai
sementara ayahnya menuntun keledai.
Di tengah perjalanan, di sebuah persimpangan bertemulah mereka dengan
penjual sapi dan anaknya. Si penjual sapi berceletuk “ Lihatlah nak, itu contoh
anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya. Sang ayah bercapek-capek sementara
ia ber-enak-enak di atas keledai.”
Mendengar perkataan tersebut sang anak berkata kepada ayahnya “Yah
sebaiknya ayah yang naik dan aku yang menuntun, aku tak mau dikatakan tidak
berbakti.” Sang ayahpun menyetujuinya. Sekarang bergantian sang anak yang
menuntun sementara sang ayah naik keledai.
Sepertiga jalan dari pasar, mereka bertemu dengan seorang kakek dan
cucunya yang sedang berjalan-jalan. Sang kakek berkata “ Lihatlah cucuku,
itulah contoh ayah yang tidak sayang kepada anaknya. Si anak bersusah payah
berjalan sementara ayahnya naik keledai.”
Mendengar perkataan itu sang ayah menjadi merenung. Benar juga,
pikirnya. Kemudian dia turun dan mengajak musyawarah anaknya. “ Nak
kelihatannya kita sellau serba salah, kita tuntun keledai salah, naik berdua
juga salah. Kamu yang naik, aku yang menuntun salah. Apalagi aku yang naik
sementara kamu menuntun. Sebaiknya kita apakan keledai ini?”
Anaknya berpikir sejenak. “ Ayah bagaimana kalau kita pikul saja keledai
ini. Siapa tahu memang itu cara terbaik.”
Sang ayah setuju. Kemudian mulai mengikat kaki keledai kemudian
memanggul keledai itu bersama anaknya. Merasa sudah benar mereka dengan penuh
percaya diri memasuki pasar. Tetapi banyak orang menertawakannya. Banyak yang
bilang “ Keledai bisa berjalan sendiri kok dipanggul. Kan jadi memberatkan.
Dasar orang yang aneh.”
Mendengar perkataan tersebut sang ayah kehabisan akal. Mau gimana lagi
biar tidak salah membawa keledai itu.
Itulah sebabnya saya tetap berkeyakinan, selama pekerjaan
yang saya jalani benar kenapa mesti mendengar ocehan orang.? tetaplah pada satu
keyakinan bahwa sesungguhnya kebenaran pendapat bukan sesuatu yang mutlak
terjadi. (Abu Ikbal)