Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor
publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas
lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas
dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan
secara periodik (Stanbury, 2003).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian
informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan
kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and
Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek
pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak
untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi
akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas
program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas
manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen
pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat
menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah
tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian
pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat
akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan
untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi.
Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat
karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat
baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah
sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola
pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di
mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada
masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada
kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan
pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003a).
Governmental Accounting Standards Board (GASB, 1999) dalamConcepts Statement No. 1 tentang Objectives
of Financial Reportingmenyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar
pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat
untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan
penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan
masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas
yang dilakukan.Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa
laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan
keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan
aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil
operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan
yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu
dalam mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk
kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas
yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan
sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan
fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo
and Tomasi, 1999). Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan
kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang
terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan
fiskal, informasi, dan penjabarannya (IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo and Tomasi,
1999). Pada saat ini, Pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun
dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).