Hidup dan perestasi adalah sekeping mata uang logam yang
sulit terpisahkan satu dengan yang lain, bila salah satunya hilang maka akan
terjadi ketimpangan disalah satu pihak dan akan menimbulkan kecemburuan social.
Hal tersebut tentunya harus disiasati oleh seorang mukmin yang beriman kepada
allah karena sesungguhnya hidup mereka adalah untuk beribadah kepada allah SWT.
Barangsiapa yang suka untuk dikenang jasanya (prestasinya),
maka ia tidak akan pernah dikenang, dan barangsiapa yang enggan untuk dikenang
jasanya, maka orang-orang akan mengenangnya.
Maksudnya adalah, barangsiapa yang suka dengan ketenaran dan
pangkat yang tinggi, maka orang-orang tidak akan mengingatnya. Dan mereka yang
tidak suka dengan ketenaran maka manusia akan mengingatnya. Ini adalah
perkataan yang didasari pada kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada umat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka orang-orang yang
zuhud terhadap ketenaran, orang-orang yang ikhlas dari kalangan Ahlus-Sunnah,
Allah menganggkat derajat mereka sebagai orang-orang terbaik di umat ini.
Orang-orang pun mengenal mereka dan memuji mereka di hadapan manusia, karena kezuhudan
dan keikhlasan mereka.
Sebagaimana kita kenal di antara mereka adalah, Empat Imam
Madzhab, Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’I dan Ahmad Rahimahullah. Juga Ibnu
Mubarak, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Ubaid al-Harbi, dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, serta Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, adz-Dzahabi, Ibnu
Katsir, an-Nawawi, dan al-‘Izz bin Abdus-Salaam, barang siapa yang mengikuti
kisah hidup mereka, ia akan menemukan pesan hikmah mereka kepada umat ini.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang laki-laki yang beramal, ia tidak mengharapkan
apapun kecuali Wajah Allah. Maka orang-orang akan menyukainya, (dalam riwayat
lain, “maka orang-orang akan memujinya”). Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi
orang-orang yang beriman.”
Kesimpulannya, seorang mukmin tidak mengharapkan pujian
manusia ketika mreka beramal. Akan tetapi ia mengharapkan Ridho Allah. Maka
Allah akan mengingatnya dan memberikan kecintaan manusia kepadanya. Karena
Allah lah yang menguasai hati manusia. Adapun ketenaran dalam segala
keadaannya, tidaklah menyegerakan manfaat bagi manusia ataupun mengakhirkannya.
Tapi ia akan mendatangkan kesulitan dan penderitaan. Dan sungguh, Allah telah
menyiapkan ganjaran bagi mereka yang tidak menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman-Nya,
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا
يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ¬¬¬¬
“Negeri akhirat itu, kami kami jadikan bagi orang-orang
yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Dan
akhir yang baik bagi mereka yang bertakwa.” (Al-Qashshash: 83)
Bahwasanya para salaf, pendahulu umat ini, mereka tidak
menggemari ketenaran bahkan melari diri darinya. Apabila mereka di kenal atau
terkenal di suatu daerah, maka mereka akan segera pindah dari daerah tersebut.
Ada juga salah seorang dari mereka yang menyelesaikan hafalan al-Qur’annya tapi
tidak ada satu pun tetangganya yang mengetahui bahwa ia telah menyelesaikan
hafalannya.
Di antara mereka ada yang berpuasa selama satu tahun penuh
dan istrinya tidak mengetahui hal itu, setiap pagi ia keluar membawa makan
paginya kemudian menyedekahkannya kepada orang lain. Dan melanjutkan
kegiatannya, berdagang di pasar hingga terbenam matahari. Kemudian kembali dan
berbuka puasa di rumahnya.
Maka barangsiapa yang suka diingat jasa-jasa dan
prestasinya, manusia tidak akan pernah mengingatnya. Karena hal ini bermula
dari lemahnya niat dalam beramal, dan kecintaan terhadap dirinya sendiri. Dan
barang siapa yang enggan diingat jasanya, maka manusia akan selalu
mengingatnya. Karena ia benci terhadap ketenaran, dan beramal dengan ikhlas
karena Allah ta’alaa, hanya mengharapkan balasan dari-Nya. Wallahu
a’lam.