Senin, 29 Februari 2016

Pentingnya Niat

Niat yang baik itu dapat menggunakan seluruh yang mubah dan adat untuk berbakti dan taqarrub kepada Allah. Oleh karena itu siapa yang makan dengan niat untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan memperkuat tubuh supaya dapat melaksanakan kewajibannya untuk berkhidmat kepada Allah dan ummatnya, maka makan dan minumnya itu dapat dinilai sebagai amal ibadah dan qurbah.
Begitu juga, barangsiapa yang melepaskan syahwatnya kepada isterinya dengan niat untuk mendapatkan anak, atau karena menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan maksiat, maka pelepasan syahwat tersebut dapat dinilai sebagai ibadah yang berhak mendapat pahala.
Rasulullah SAW bersabda, “Pada kemaluanmu itu ada sadaqah. Para sahabat kemudian bertanya: Apakah kalau kita melepaskan syahwat juga mendapatkan pahala? Jawab Nabi: Apakah kalau dia lepaskan pada yang haram, dia juga akan beroleh dosa? Maka begitu jugalah halnya kalau dia lepaskan pada yang halal, dia pun akan beroleh pahala,” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mencari rezeki yang halal dengan niat untuk menjaga diri supaya tidak minta-minta, dan berusaha untuk mencukupi keluarganya, serta supaya dapat ikut berbelas kasih (membantu tetangganya), maka kelak dia akan bertemu Allah (di akhirat) sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama,” (HR Thabarani)
Begitulah, setiap perbuatan mubah yang dikerjakan oleh seorang mu’min, di dalamnya terdapat unsur niat yang dapat mengalihkan perbuatan tersebut kepada ibadah.
Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji.
Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan prinsip apa yang disebutal-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik, boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula. 
BERBUAT baiklah dalam segala berbuatan. Hingga muncul sebuah pertanyaan. Apakah sesuatu yang halal dapat menghapuskan sesuatu yang haram? Misal, dalam sebuah pekerjaan. Suatu ketika ada seorang karyawan bekerja, akan tetapi pekerjaannya tidak selesai dengan tuntas. Hingga si karyawan menerima gajinya, apakah gajinya halal? Ataukah sebagian gajinya merupakan bukan haknya?
Islam memberikan penghargaan terhadap setiap hal yang dapat mendorong untuk berbuat baik, tujuan yang mulia dan niat yang bagus, baik dalam perundang-undangannya maupun dalam seluruh pengarahannya.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya semua amal itu harus disertai dengan niat (ikhlas karena Allah), dan setiap orang dinilai menurut niatnya,”(HR al-Bukhari)