Rabu, 02 Maret 2016

Tentang Halal Haram

Halal dan haram dalam islam adlh suatu pembahasan yang cukup komplek karena halal dan haram menyentuh hampir seluruh lini kehidupan muslim tak terkecuali dalam hal mengumpulkan harta.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan beroleh pahala, bahkan dosanya akan menimpa dia,” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak seorang pun yang bekerja untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan haram kemudian ia sedekahkan, bahwa sedekahnya itu akan diterima; dan kalau dia infaqkan tidak juga mendapat barakah; dan tidak pula ia tinggalkan di belakang punggungnya (sesudah ia meninggal), melainkan dia itu sebagai perbekalan ke neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapuskan kejahatan dengan kejahatan, tetapi kejahatan dapat dihapus dengan kebaikan. Kejelekan tidaklah dapat menghapuskan kejelekan,” (HR Ahmad).
Oleh karena itu, barangsiapa mengumpulkan uang yang diperoleh dengan jalan riba, maksiat, permainan haram, judi dan sebagainya yang dapat dikategorikan haram, dengan maksud untuk mendirikan masjid atau untuk terlaksananya rencana-rencana yang baik lainnya, maka tujuan baiknya tidak akan menjadi syafaat baginya, sehingga dengan demikian dosa haramnya itu dihapus. Haram dalam syariat Islam tidak dapat dipengaruhi oleh tujuan dan niat.
Demikian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula. Allah pun memerintah kepada orang mu’min seperti halnya perintah kepada para Rasul.”
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat:
“Hai para Rasul! Makanlah dari yang baik-baik (halal) dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya aku Maha Mengetahui apa saja yang kamu perbuat,”(QS al-Mu’minun: 51).
“Hai orang-orang yang beriman! Makanlah dari barang-barang baik yang telah Kami berikan kepadamu,” (QS al-Baqarah: 172).
Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian ada seorang laki-laki yang datanq dari tempat yang jauh, rambutnya tidak terurus penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa: Yaa Rab, Yaa Rab (hai Tuhanku, hai Tuhanku), padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan barang yang haram pula, maka bagaimana mungkin doanya itu dikabulkan,” (HR Muslim dan Tarmizi)
Adapun  masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji.
Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan prinsip apa yang disebutal-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik, boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula.