Senin, 05 Februari 2018

Aku,Dilan,Dan Guru Budi

Saya mengalami semacam syndrome Dilan saat seorang teman meng-update status tentang PKS yang mengambil Dilan sebagai Ikon Kampanye, atau Saat pendukung Zulrahmi banyak menggunakan gaya komunikasi Dilan saat menyampaikan ajakan memberi dukungan kepada cagub dan cawagub dari Demokrat dan PKS ini, hadirnya tulisan berikut tidak semuanya adalah hasil fikiran saya namun merupakan buah fikiran sahabat saya di Kompasiana.com bernama Bambang Trim,
Beberapa hari ke belakang begitu berkecamuk di benak saya tentang anak muda Indonesia. Pertama, tentang tokoh fiktif rekaan Pidi Baiq bernama Dilan yang segera menjadi magnet sebangsa dan setanah air. Kedua, tentang merasa gagahnya seorang mahasiswa mengacungkan "kartu kuning" kepada Presiden Jokowi sebagai bentuk peringatan dan protes terhadap beberapa permasalahan bangsa yang menurutnya belum tuntas. Ketiga, tentu saja kabar menyesakkan dada tentang seorang guru SMA muda yang dipanggil Pak Budi harus tewas di tangan muridnya saat proses belajar mengajar.
sampai dengan paragraph ini banyak factor yang menjadi perhatian bagi saya yang secara pribadi, jujur saya tak pernah mampu atau punya kuasa untuk menentukan suratan takdir sendiri, sebagai guru honor saya kadang risih dan miris mendengar dan menyaksikan pemberitaan di media massa atau elektronik yang memuat kisah guru budi cahyono yang meninggal akibat dianiaya siswanya.
dalam kesempatan yang sama juga beberapa statemen banyak disinggung Bambang sebagai upaya koreksi kepada generasi jaman Now atau meminjam istilah Dilanis bagi penggemarnya karena bagaimanapun juga kehadiran dilan dalam novel adalah sesuatu yang tak bisa dihapus sebagaisebuah literature walaupun sifatnya fiktif rekaan namun esensinya tetap saja terasa, kata bambang begini,
Kisah Dilan, mahasiswa bernama Zaadit, dan Pak Budi seperti menyambungkan sehelai benang merah dari sehelai kain hasil tenun kebangsaan. Romantis, heroik, sekaligus miris yang membuat benang merah itu mengandung warna delima dan darah. Warna itu dipercayai beberapanya terbentuk dari literasi.
Menulis (tentang ini) itu berat. Kamu nggak kan kuat. Biar aku saja.
Namun, saya paksakan tetap menulis keesokan harinya .... begitu tutur Bambang.
Sikap, sosok, dan tutur Dilan memang terbilang istimewa---unik sekaligus nyeleneh. Kalimat-kalimat yang diutarakannya kepada Milea adalah rayuan-rayuan gombal versi ori, bukan KW. Saya kira pastilah para gadis yang menonton ini ataupun mantan gadis era 1990-an dibuat bapertingkat nasional.
Rindu itu berat .... Kamu nggak kan kuat. Biar aku saja!
Ungkapan ini mendadak viral di media sosial, lalu dimodifikasi secara berjemaah. Begitu pula ungkapan berikut ini yang melambungkan hati seorang gadis bernama Milea.
Cemburu itu hanya untuk orang-orang yang tidak percaya diri. Dan sekarang aku lagi tidak percaya diri ....
sangat baik dan mulia andaikan banyak diantara anak murid dan generasi saya yang terhipnotis oleh tokoh dilan menelisisk ulang muatan yang terkandung dalam tokoh fiktif mereka, seperti yang di tuturkan Bambang berikut ini saat membandingkan dilan dengan tokoh yang seusianya Lupus,
Berbeda dengan tokoh Dilan yang super-romantis, tokoh Lupus tidak demikian. Lupus lebih populer dengan kekocakan dan kedegilannya. Lupus didesain sebagai cerita komedi remaja dengan aneka peristiwa. Namun, kisah percintaan selalu ada sebagai bumbu yang menarik sepanjang masa.
Dilan tentu tampak lebih perkasa dari Lupus. Ia adalah panglima perang dari geng motor serta digambarkan jagoan dengan jaket blue jeansbelel dan tunggangan motor Honda CB 100.
pada bagian ini yang paling saya harapkan untuk generasi dan Dilanis Indonesia era Mileneal atau Jaman NOW, mereka harus berani dan tegas dalam memfilter segala bentuk literasi yang mungkin saja keliru dan kurang pas dijadikan standar dan acuan dalam mengidolakan siapa saja karena itu adalah privatisasi dan hak masing-masing namun tak ada salahnya bambang menjelaskan begini,
Kejagoan Dilan salah satunya terlihat pada adegan ia melawan Pak Suripto yang menarik kerah bajunya, lalu menampar wajahnya. Tiba-tiba adegan ini mengingatkan saya suatu hari di kelas 3 Fisika 3 (SMAN 5 Medan). Tiba-tiba wali kelas saya menghardik seorang siswa yang ribut di kelas. Namun, entah mengapa teman saya yang lain berdiri dan menantang si wali kelas dengan suara tinggi. Itu peristiwa langka, seorang murid berani menantang gurunya. Namun, itu adalah fakta.
Jadi, kasus Dilan itu terjadi akibat ketegangan bertensi tinggi antara guru dan murid. Adalah hal biasa pada 1980-an dan 1990-an seorang guru menampar, menjambak, menendang, atau menempeleng muridnya--tak memandang guru lelaki atau guru perempuan. Ada yang diam tak berkutik dan ada pula yang akhirnya melawan seperti Dilan.
Dilan berkilah, "Saya tidak melawan guru. Saya melawan Suripto ...." (tanpa lagi ada kata "pak" untuk menunjukkan ketidakhormatannya).
Dalam kisah Lupus tidak ada kekerasan faktual semacam itu yang terjadi pada era 1980-an dan 1990-an. Lupus adalah karya literasi yang manis dan lucu, sedangkan Dilan adalah karya literasi manis dan gagah.

Efek Dilan memberi banyak pelajaran, terutama untuk mendorong mengenal penulisnya, Pidi Baiq. Beliau yang kerap dipanggil Surayah atau Ayah oleh para "pengikutnya" dapat menjadi duta literasi ke SMA-SMA agar menihilkan kasus yang terjadi pada Pak Guru Budi atau membahas kasus "kartu kuning" secara ringan dan lucu. Daya literasi itu saya percayai dapat didesain pada suatu bangsa, apalagi dengan memanfaatkan pengaruh dari karya-karya yang meledak dan mengalihkan perhatian generasi milenial pada buku.[]


Minggu, 05 November 2017

Tak selamanya Salah

“Sebuah masalah terkadang bukan disebabkan oleh orang lain sebagaimana yang kita kira, masalah itu bisa jadi berasal dari diri kita sendiri”


Di sebuah kota, hidup seorang suami yang khawatir atas kondisi istrinya. Karena sebuah kejadian, istrinya memiliki pendengaran yang kurang baik. Iapun berniat untuk membawanya ke dokter spesialis telinga lantaran kendala yang dihadapi saat berkomunikasi dengan istrinya.


Sebelum pergi ke dokter spesialis, ia terfikir untuk membawa istrinya ke dokter langganan keluarga. Akhirnya iapun pergi menemuinya.  Setelah sampai di sana, ia menceritakan masalah yang dialami oleh istrinya. Dokter kemudian memberi arahan kepadanya bagaimana cara untuk mengecek pendengaran istrinya.


Caranya adalah dengan berdiri sejauh 40 langkah, lalu ia bertanya/berbicara dengan istrinya dengan volume suara biasa. Jika istrinya tidak menjawab, maka lebih mendekat pada jarak 30 langkah. Lalu jika belum dijawab, lebih dekat lagi hingga 20 langkah. Jika belum dijawab juga, mendekatlah hingga 10 langkah.


Setelah mendengar pengarahan dari dokter, ia kembali ke rumah. Di pagi harinya ketika jam sarapan, arahan tersebut langsung dipraktekkan. Ia bertanya kepada kepada istrinya, “Sayang… Kita sarapan pakai apa?” Ditunggu beberapa saat, tidak terdengar jawaban dari istrinya.


Kemudian ia mendekat pada jarak 30 langkah dan bertanya lagi ke istrinya, “Sayang… Kita sarapan pakai apa?” Istrinya masih belum menjawab. Pada jarak 20 langkah ia kembali bertanya, “Sayang… Kita sarapan pakai apa?” Belum juga ada jawaban. Jarak 10 langkah ia bertanya lagi, “Sayang… Kita sarapan pakai apa?” Ternyata belum juga terdengar jawaban.


Akhirnya ia masuk ke dapur dan berdiri di belakang istrinya lalu mengulang kembali pertanyaan, “Sayang… Kita sarapan pakai apa?”Istrinya pun langsung menjawab, “Sayangku… Dirimu gak dengar ya, udah 5 kali ini pertanyaanmu aku jawab, kita sarapan pakai ayam bakar.”


Jumat, 27 Oktober 2017

Politik Dan Candu Demokrasi

Kekuasaan, ekonomi,kesejahteraan,kebijakan dan penegakan hukum adalah matarantai yang saling mengikat satu sama lain. Pada abad 18 Rossew mencoba mengurai dan memutus mata rantai dengan teori trias politikanya, meski belum dikatakan berhasil sepenuhnya, tetapi setidaknya Rossew telah membuka mata dunia modern tentang hakikat sebuah amanat Kedaulatan Rakyat.
Berabad-abad sebelum Rossew, Almawardi dalam ahkamul sulthaniyah pun mencoba mendakwahkan proses dan strata individu dalam sistem demokrasi dalam terminologi siyasah, meski dibilang terlalu pundamental atau sekurangnya tdak dikatakan konservatif tetapi Almawardi berhasil menancapkan pengaruhnya di paruh abad Ketujuh dalam sejarah peradaban islam.
Yupp, berangkat dari konstelasi sejarah tersebut tempramen dan tingkat akomodir masyarakat terhadap definisi demokrasi menunjukkan angka yang cukup membelalakkan mata dunia, bahwa kekuasaan merupakan suatu kebutuhan sekunder bahkan nyaris menjadi kebutuhan primer, dengan tingkat kemampuan akselerasi yang terbilang sangat tinggi, mulai dari utara Persia hingga menembus jantung Romania, membentang dari Yunani hingga negeri yang menjunjung tinggi Hak Asasi hingga Emansipasi.

Di indonesia atau sekurang-kurangnya NTB dalam skala Kabupaten Kota Hingga Kelurahan dan Desa-desa seolah tak ingin atau bahkan enggan di isolir dunia, sebagai bukti bliho-baliho Balon dan Calon yang memadati tiap sudut jalan, stiker-stiker yang berderet-deret dengan Iklan Produk Dagangan menjadi sketsa dan wajah Demokrasi yang belum secara maksimal difahami oleh masyarakat kelas cilik, entah karena kelas Elitnya terlalu asyik dan mabuk dalam pesta, akibatnya di sudut pasar, di warung-warung kopi,hingga pinggir jalan kita menjumpai diskusi dan diksi bahkan tidak sedikit yang bertindak anarkis atas nama Demokrasi.
Euforia dan hedonisme demokrasi semacam ini telah berubah menjadi obat peransang paling tokcer selain digandrungi publik juga terbukti mampu mempengruhi ribuan Bahkan Jutaan Manusia berjubel dan berdesak-desakan diantara riuh janji-janji politik tanpa berfikir logis bahwa sesungguhnya politik Adalah Candu Demokrasi.
#dihariSumpahPemuda 2017
Abu Ikbal

Senin, 23 Oktober 2017

Tim Koalisi sudah Kantongi Sejumlah Nama

Bagi mereka yang biasa ceplas-ceplos di media sosial, kini perlu lebih hati-hati. Penebar kebencian melalui berbagai media, termasuk media sosial, bisa diancam pidana jika tidak mengindahkan teguran dari kepolisian.

Hal itu menjadi salah satu poin dalam Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015. Surat tersebut diteken Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.

Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Jauh sebelumnya, Badrodin sudah mengeluarkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Badrodin meminta bawahannya tak ragu menindak perbuatan pidana tersebut.
Dalam KUHP, perbuatan pidana tersebut bisa dijerat dengan pasal provokasi dan hasutan.

diantaranya adalah
 

1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis 
Pasal 4
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:
a. memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
b. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
3. mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
4. melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. 
Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).


2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pasal 28
(2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 45
(2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).



Minggu, 22 Oktober 2017

Koalisi Masyarakat Untuk Montong Beter

Kemungkinan dua kubu untuk membangun koalisi rakyat untuk Desa Montong Beter yang Lebih Baik Mencuat Saat Silaturrahmi Yang dilaksanakan oleh Tim Pemenangan Mukhtar, Kegiatan tersebut dihadiri lebih banyak dari undangan yang telah disebarkan.

dalam kesempatan tersebut dibicarakan banyak kemungkinan termasuk didalamnya adalah Kommitmen masyarakat desa montong beter untuk mendukung dan memenangkan calon nomor urut 2

kehadiran 10 orang timsukses dari masing-masing calon baik nomer urut 1 2 3 pada silaturrahmi tersebut menghasilkan sekurangnya 21 rekomendasi untuk kemajuan desa montong beter.

salah satu dari rekomendasi tersebut adalah kesamaan sikap dan dukungan untuk mewujudkan pilkades yang jujur dan bersih, tidak harus saling menjelekkan calon lain apalagi harus memangkas hak untuk memilih dan dipilih karena hakikat demokrasi adalah menjunjung tinggi hak pilih.


bacajuga 10 alasan koalisi Abdullah Mukhtar….





Rabu, 27 September 2017

Mari Berhijrah

# Muharram dan Sekte-sekte Politis #
Tanggal 10 Muharram tahun 61 kalender Islam. Perang tak seimbang itu tidak harus terjadi. Hanya sekitat 120 orang dari pihak Imam Husein Ali melawan ribuan pasukan Yazid I dibawah pimpinan Umar Bin Sa’ad. Banjir darah terjadi. Seluruh muslim Syi’ah mengenang peristiwa itu sebagai peristiwa menyakitkan. Peristiwa Karbala!
Pembuka diatas hanya setitik sejarah dari rangkaian panjang pertikaian politik yang berakhir duka diantara ummat Islam setelah wafatnya Rasulullah. Kelak, segala macam pertentangan yang beraroma kekuasaan inilah yang secara faktual menyebabkan ummat Islam terpecah menjadi puluhan golongan yang berbeda dalam hal penafsiran agama satu sama lain.
Api ketegangan sudah muncul saat peristiwa terbunuhnya Usman Bin Affan, khalifah ketiga Ummat Islam yang menggantikan posisi Rasulullah setelah Abu Bakar dan Umar Bin Khattab. Usman adalah salah seorang suku Quraisy serta sahabat yang berjasa besar dalam proses perjuangan Nabi. Ia kemudian diberi amanah menjadi khalifah dalam sebuah rapat demokratis yang dihadiri Ali bin Abi thalib,Thalhah bin Ubaidillah ,Zubair bin Awwam dan Saad bin abi waqash, plus sahabat-sahabat lainnya. Malang baginya, hidup sang pemimpin berakhir dengan tidak wajar. Ia dibunuh.
Tibalah giliran Ali Bin Abi Talib yang memimpin. Siapa yang tak kenal dia, pemuda sepupu dan menantu Nabi, yang padanya diberikan keluasan ilmu dan ketangkasan berperang. Sayang, Ali terpilih dalam kondisi politik tidak stabil. Sejumlah tokoh lain seperti Thalhah, Zubair, termasuk Muawiah yang merupakan kerabat Usman Bin Affan, secara terang-terangan menolak kepemimpinannya. Ia disangkut-pautkan dengan kasus terbunuhnya Usman dan memancing kebencian Muawiyah yang pada masa selanjutnya akan menjadi peletak cikal bakal Dinasti Umayyah yang memburu pengikut Ali dimanapun berada.
Terjadi perang Siffin pada tahun 36 Hijriyah (657 M) antara pihak Ali dan Muawiyah. Kepemimpinan Ali berakhir dengan terbunuhnya ia oleh orang-orang yang justru mencintainya tetapi kesal atas sikap lembeknya terhadap musuh. Sistem pemerintahan pasca Ali berubah drastis dari demokratis ke monarki (dinasti). Dinasti Umayyah muncul dibawah komando Muawiyah yang merupakan musuh kelompok Ali.
# Sekte-sekte politis
Terpecahnya ummat Islam menjadi puluhan aliran/sekte pada masa-masa perkembangan Islam adalah fakta sejarah. Lebih jauh lagi, fakta sejarah juga menunjukkan bahwa munculnya aliran-aliran dalam Islam diawali oleh pertentangan politik. Segala macam fondasi akidah, fiqih dan pandangan-pandangan keagamaan yang berkembang di masing-masing aliran terjadi belakangan setelah aliran-aliran tersebut membentuk diri.
Dimulai dari masa akhir kepemimpinan Ali sebagai Khalifah. Sebagian pengikut setia yang menganggap Ali terlalu lembut pada musuh-musuhnya terutama Muawiyah, memisahkan diri darinya. Dalam sejarahnya, mereka ini disebut kaum Khawarij yang secara bahasa berarti “keluar kelompok”. Kaum Khawarij membenci Ali dan Muawiyah. Mereka merencanakan pembunuhan kepada keduanya, namun hanya berhasil membunuh Ali. Ali sendiri tidaklah kehabisan pengikut. Masih banyak yang mengikuti garis politiknya. Mereka disebut Syiah seperti yang kita kenal hingga saat ini.
Lambat laun, pelan dan pasti, Khawarij dan Syiah memiliki landasan tafsir berbeda terhadap agama dalam konteks kesejarahan mereka masing-masing. Khawarij misalnya, memiliki ajaran bahwa kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir. Mula-mula dari soal-soal ini, terus meluas dan meluas ke arah ajaran-ajaran lain, cara perbidatan dan lain-lain. Syiah pun demikian. Mula-mula dari doktrin Ahlul Bait, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci, berkembang menjadi semesta pemikiran dan tindakan beragama yang beragam. Baik Syiah dan Khawarij kemudian terpecah lagi menjadi beberapa aliran kecil.
Muawiyah berhasil menancapkan akar dinastinya dengan sangat kuat dan dalam, meski setiap saat harus mewaspadai gerakan-gerakan perlawanan pengikut Ali (syiah) maupun kelompok-kelompok lainnya. Sekitar 90 tahun dinasti ini berdiri, raja demi raja terus berganti. Kehidupan sosial kurang lebih bisa ditata dengan baik, ekspansi kekuasaan dilakukan secara bertahap dan terukur.
Sejak berdiri hingga perjalannnya yang terbilang pendek, Dinasti Umayyah mengemban misi pencitraan atas sejarah buruk bagaimana dinasti ini dibangun pertama kali. Cara licik Muawiyah menyingkirkan Ali sebagai khalifah ke-4 yang sah harus dikaburkan dalam buku-buku sejarah mendatang. Mungkin pula dengan cara seperti ini, kelompok Syiah dapat “disadarkan” dengan pelan. Dari dinasti inilah muncul pemahaman-pemahaman berbeda tentang peristiwa – peristiwa sebelumnya. Secara umum, keyakinan sejarah yang dikampanyekan saat itu adalah: Ummat Islam telah mendapat finah yang besar.
Pada masa inilah kelompok agama yang menamakan diri mereka ahli Sunnah menyusun bentuknya. Entah karena secara kebetulan mulai hidup dalam masa kemapanan Dinasti Umayyah, ajaran ini dikenal dengan ajaran-ajarannya yang cenderung ditengah-tengah, termasuk dalam penyikapan sejarah sebelumnya. Kasus terbunuhnya Usman Bin Affan, Ali Bin Abi Talib, terjadinya perang jamal dan perang Siffin, diterjemahkan menjadi semacam skenario besar yang dilakukan oleh orang luar yang ingin memecah belah persatuan ummat. Sejarah pertarungan politik kekuasaan sejak setelah wafatnya rasul hingga terjungkalnya Ali disederhanakan dengan menyebutnya fitnah yang ditimbulkan orang-orang luar. Posisi seluruh khalifah dimuliakan, pun dengan Khalifah Ali yang menjadi milik kaum Syiah.
Dalam pandangan saya, kelompok Ahli Sunnah (yang selanjutnya lebih dikenal dengan kelompok Ahlussunnah Wal Jamaah atau Sunni) “sengaja” lahir untuk meredam pandangan-pandangan frontal Syiah maupun khawarij. Sikapnya yang ditengah-tengah dikondisikan negara untuk menghindari ummat dari kegaduhan perang. Sunni lantas disebut sebagai aliran agama yang moderat, baik dari pandangan akidahnya, tata fiqh dan nilai-nilai lain yang diusung.
Sementara itu pada rentang waktu yang bersamaan, api dendam Syiah masih menyala dibalik kemegahan Dinasti Umayah. Perlawanan sudah mulai hidup setelah Muawiyah diganti oleh anaknya, Yazid Bin Muawiyah.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya, termasuk didalamnya Husain, anaknya Ali Bin Abu Talib. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi'ah melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan untuk melakukan perlawanan. Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala, Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kengerian politik yang berujung pada peristiwa perang ini terus berlangsung hingga jatuhnya Dinasti Umayyah dan digantikan oleh Dinasti Abbasiyah (750) yang berpusat di Bagdad-Irak. Posisi berhadap-hadapan Syiah dan penguasa kala itu, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi terus terjadi hingga pada akhirnya pasukan Mongolia datang dan mencabik-cabik dinasti itu.
Kini menjadi luculah semuanya, ketika ummat ini saling menghujat atas nama perbedaan cara pandang beragama, yang perbedaan itu semua disandarkan pada ketentuan-ketuan ketat, tokoh-tokoh agama yang katanya ‘alim. Menjadi-jadilah rasa lucu ini ketika mengetahui bahwa akar perbedaan pandangan tersebut adalah sejarah politik. Betapa tidak masuk di akal jika saling serang-menyerang terjadi atas dasar perbedaan candang ber-Islam, teriakan Allahu Akbar menggema baik dari musuh maupun kawan, jika awal dari semua ini adalah perebuatn kekuasaan semata.
Atas masalah ini, tidak masalah jika menteri agama menegaskan bahwa yang terjadi adalah ketegangan berlatar belakang keluarga. Tidak masalah juga jika yang lain mengatakan bahwa kejadian ini berlatar belakang asmara. Tidak masalah dengan sikap menyederhanakan ini, karena memang demikianlah watak semua kita, cenderung menyederhakanan masalah.
Ini adalah tali panjang ketegangan Sunni-Syiah yang membentang kemana-mana, ke daerah-daerah lain, bahkan mungkin ke negara-negara muslim yang tengah menikmati perang. Tali panjang ketegangan yang berlatarbelakang malasnya kita membuka babak sejarah sendiri dan berujung pada kesalahan sikap. Ketegangan terus dilembagakan, ulama-ulamanya membuat fatwa kesesatan antara satu dengan yang lain, di masjid dan majelis taklim riuh dengan soal halal-haram beribadah kelompok lain. Cara yang demikian terus menjalar. Kini bukan lagi antara sunni dan syiah, tapi Sunni dan Ahmadiyah, antara Sunni dan Kristen, Islam dan Budha, antar ummat manusia. Melembagakan perpecahan atas dasar kesalahan membaca sejarah. Sekali lagi negara terlanjur menyederhanakan kegawatan ini.

# Membaca Keinginan Tuhan
Betapa bodohnya kita yang melihat problem intoleransi beragama sebagai tema diskusi kelas dua. Kita terlambat sadar bahwa ambruknya tatanan berbangsa di belahan bumi yang lain justru diakibatkan oleh perdebatan bentuk Tuhan, seberapa kuatpun kecenderungan ekonomi dibaliknya.
Para pendiri bangsa telah menggariskan dengan jelas bahwa resiko menjadi bangsa yang majemuk adalah situasi berhadap-hadapannya antar nilai yang berbeda itu. Problemnya, kita tidak pernah menganggap situasi yang demikian sebagai syarat pengaya nilai. Keragaman sudah terlalu jauh kita artikan sebagai persaingan “menghilangkan yang satu, dan mengangkat yang lain”. Garis bernegara yang sedemikian rupa telah diwariskan para pendahulu seakan sengaja kita kaburkan, tidak peduli mereka yang kita sebut pahlawan itu berasal dari banyak latar belakang.
Kemudian, dipakailah cara pandang yang demikian itu untuk melihat warna-warni keyakinan antar setiap pemeluk agama. Ruh agama paling hakiki berupa kebersamaan telah dibelokkan menjadi ruh kotak-kotak, sekat-sekat. Ruh agama paling tinggi berupa pembumian, disalah artikan menjadi upaya pe-langit-an. Semua terpaku soal teks, semua tidak pernah bicara konteks. Ruh agama paling atas berupa kedamaian, tinggal berupa ajaran-ajaran yang disampaikan di pojok-pojok sosial yang paling sempit. Energi bangsa ini terkuras habis hanya untuk membicarakan bentuk-bentuk yang paling rinci akan Tuhan , tidak sadar bahwa kita telah membicarakan kesia-siaan belaka
Ummat mayoritas harus benar-benar mengerti akan gerak sosiologis sebuah agama yang akan terus berkembang baik dari segi ajaran maupun penganutnya. Para pemeluk keyakinan tidak bisa hilang hak paling asas mereka hanya karena belum genap berjumlah 80 atau 90 orang sebagai syarat berdirinya rumah ibadah, seperti yang terjadi dalam kasus pembangunan sebuah Gereja di Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Mayoritas, lewat-lewat sendi-sendi kekuasaan yang mereka miliki harus melakukan langkah-langkah persiapan mengantisipasi perkembangan para pemeluk keyakinan. Pertama, pesan pesan pembauran harus terus dikampanyekan. Indonesia tidak boleh seperti beberapa negara Timur Tengah yang terkoyak akibat adanya zonasi daerah berdasarkan agama, di zona ini beragama Islam, di zona itu beragama Kristen, dan lain-lain yang dapat melahirkan gesekan tajam. Ciri kampung dan kota di Indonesia haruslah multi warna yang memungkinkan mereka saling mengenal satu sama lain.

Senin, 03 April 2017

sosok TGB Majdi

Namanya mungkin tak setenar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang wajahnya seringkali muncul diberbagai media dan saluran televisi nasional. Namun kepemimpinan dan kinerjanya dalam memajukan daerahnya bisa dibilang mengalahkan jajaran nama-nama ngetop gubernur di Indonesia. Dialah Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Muhammad Zainul Majdi atau biasa akrab disapa Tuan Guru Bajang. Mantan Anggota Komisi X DPR RI periode 2004 – 2009 ini terbilang sukses memimpin NTB dengan membawa tingkat pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Lahir di Pancor, Selong, 31 Mei 1972, Tuan Guru Bajang adalah putra ketiga dari pasangan HM Djalaluddin SH, seorang pensiunan birokrat Pemda NTB dan Hj. Rauhun Zainuddin Abdul Madjid, putri dari TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid (Tuan Guru Pancor), pendiri organisasi Islam terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW) dan pendiri Pesantren Darun-Nahdlatain. Gelar Tuan Guru di depan namanya, mencerminkan bahwa dirinya bukan orang biasa. Dia Ulama besar. Tokoh agama paling terhormat di Lombok sejak dari kakeknya. Sang kakek punya nama selangit. Termasuk langit arab, yakni Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid.
Di Makkah, sang kakek dihormati sebagai Ulama Besar. Buku-bukunya terbit dalam bahasa Arab. Banyak sekali. Di Mesir, juga di Lebanon. Menjadi pegangan bagi orang yang belajar agama di Makkah
Sang kakek adalah pendiri organisasi keagamaan terbesar di Lombok: Nahdlatul Wathan (NW). Setengah penduduk Lombok adalah warga NW. Di Lombok tidak ada NU. NU-nya, ya NW itu. Kini sang cucu lah yang menjadi pimpinan puncak NW. Dengan ribuan madrasah di bawahnya
Pada zaman demokrasi ini, dengan mudah Tuan Guru Bajang terpilih menjadi anggota DPR. Semula dari Partai Bulan Bintang. Lalu dari Partai Demokrat. Dengan mudah pula dia terpilih menjadi Gubernur NTB. Dan terpilih lagi. Untuk periode kedua tahun ini
Selama karirnya itu, Tuan Guru Bajang memiliki track record yang komplit. Ulama sekaligus Umara. Ahli Agama, Intelektual, Legislator, Birokrat, dan sosok santun serta tutur bahasanya terstruktur. Masa depannya masih panjang, pemahamannya pada rakyat bawah nyaris sempurna
Pada tahun 1997, dirinya menikah dengan Hj. Robiatul Adawiyah, SE, putri KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, pemimpin Ponpes As-Syafiiyah, Jakarta. Pernikahan cucu ulama besar di NTB TGH. KH. Zainuddin Abdul Majid dan cucu ulama besar kharismatik Betawi itu telah dikaruniai 1 putra dan 3 putri, yaitu Muhammad Rifki Farabi, Zahwa Nadhira, Fatima Azzahra dan Zayda Salima.
Bukan hanya dalam pembangunan ekonomi untuk NTB, prestasi yang diukirnya selama menjadi provinsi berjuluk Bumi Gora itu antara lain meraih penghargaan sebagai Gubernur Termuda di Indonesia oleh Museum Rekor Dunia Indonesia pada 28 Oktober 2009.
Pada saat dilantik sebagai Gubernur NTB, 17 September 2008, Majdi berusia 36 tahun tiga bulan 17 hari. Gubernur termuda sebelumnya adalah Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin yang berusia 36 tahun lima bulan pada saat dilantik Maret 2006.
Tuan Guru Bajang juga pernah menerima Lencana Ksatria Bhakti Husada Arutala yang merupakan penghargaan atas jasa-jasanya dalam pembangunan Bidang Kesehatan. Penghargaan tersebut diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Gubernur NTB H.M. Zainul Majdi pada peringatan Hari Kesehatan Nasional di Jakarta tahun 2009.
Penghargaan tersebut diberikan kepada Gubernur NTB karena dinilai memiliki komitmen tinggi terhadap pembangunan bidang kesehatan di daerahnya yang ditunjukkan dengan program revitalisasi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puksesmas) dan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin di luar Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Di penghujung tahun 2010 ini, Provinsi NTB banjir Prestasi pembangunan. Oleh sebab itu, lagi-lagi Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi,MA., menerima penghargaan The Best Province Tourism Develovment dengan dikukuhkannya NTB sebagai Provinsi Pengembang Pariwisata Terbaik versi Metro TV.
Penghargaan yang tidak kalah bergengsinya kembali diterima gubernur termuda di Indonesia itu pada 3 Desember 2010, yakni berupa penghargaan di Bidang Pangan dari Presiden RI atas prestasi meningkatkan produksi padi (P2BN) lebih dari 5 pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berbagai prestasi tersebut membuktikan bahwa kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di Provinsi NTB telah memberikan dampak yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
Pada tahun sebelumnya, NTB berhasil mencatat peningkatan produksi padi tertinggi di Indonesia yang mencapai 14,7 pada periode (2007-2008). Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.
Atas beberapa prestasi tersebut, maka tidak salah bila Mantan Menteri BUMN era SBY, Dahlan Iskan mendaulatnya sebagai Presiden Indonesia masa depan. Dengan penuh harapan, Dahlan optimis jika Tuan Guru Bajang menjadi orang nomor satu di negeri ini maka Indonesia akan keluar dari himpitan krisis multidimensi.
Kecintaan masyarakat NTB kepada Tuan Guru Bajang telah mengantarkan dirinya menjadi pemimpin mereka selama dua periode yakni masa jabatan 2008-2013 dan 2013-2018.


Materi lomba cerdas cermat-ke nw an

Oleh: Agus Dedi Putrawan
A.    PENDAHULUAN
sekitar abad ke 17-18 M sebelum Indonesia ada, pulau Lombok di warnai dinamika sejarah yang cukup dinamis. Ekspansi kerajaan Karang Asem Bali atas kerajaan-kerajaan yang ada di Lombok membuat akulturasi budaya Hindu Bali mempengaruhi dan  mendominasi corak budaya masyarakat Sasak pada saat itu hingga sekarang[1], namun budaya Islam sebenarnya telah lebih dahulu masuk ke pulau Lombok[2] sebelum Bali mengalahkan kerajaan-kerajaan Lombok sehingga terjadi gesekan antara budaya Hindu Bali dengan Islam yang datang dari Makasar dan pulau Jawa. Datangnya penjajah baik Belanda maupun Jepang memposisikan kaum bangsawan (menak)[3] dalam posisi politik yang strategis, sedangkan Tuan guru yang merefleksikan masyarakat Islam menjadi tokoh agama yang hanya berkiprah dalam bidang dakwah semata.

Kemudian ketika masuknya penjajah baik itu Belanda maupun Jepang memposisikan kaum Menak (bangsawan) diposisi yang setrategis dalam politik. Kaum menak menjadi kaki tangan penjajah dalam mengotrol masyarakat suku Sasak, sedangkan para tuan guru hanya sibuk mengurus pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat meskipun sesekali melakukan pemberontakan.   
Setelah berlangsungnya reformasi politik pada tahun 1998 terjadi perubahan yang drastis, karena di NTB pada masa orde baru Tuan guru hanya dijadikan sebagai juru kampaye atau sebagai lumbung suara pada hajatan lima tahunan. Pada tingkatan legislatif maupun eksekutif pun Tuan guru tidak memiliki peran apa-apa. Pos-pos tersebut diisi oleh para kaumMenak.   
Tanpa memperoleh jabatan apapun Tuan guru hanya sebagai legitimasi pada tataran keagamaan di masyarakat. Pada tahun 1989 itu, barulah kemudian membukakan kran kepada para Tuan guru untuk terjun di dunia politik. Pada saat itu kemudian memberikan dinamika baru dalam politik masyarakat suku Sasak dan juga bangkitnya politik bercorak Islam, yang diwakili oleh para Tuan guru.
Banyak Tuan guru yang mencalonkan diri, baik menjadi anggota legislatif maupun kepala daerah. Mereka beramai-ramai masuk partai politik untuk ikut dalam pemilu. Banyak yang terdaftar banyak pula yang kalah.  Kehawatiran masyarakat suku sasak akan pemimpin dari tuan guru terjawab sudah ketika tuan guru bajang memenangkan Pilkada 2008.  
Pencalonan Tuan guru Bajang[4] pada Pilkada 2008 di Nusa Tenggara Barat memberikan bukti bahwa tokoh agama tidak hanya sebagai pemimpin keagamaan, melainkan juga dapat memimpin pemerintahan.[5] Kebangkitan tuan guru sebenarnya jauh sebelum Indonesia merdeka yang diplopori oleh Maulana Syeikh 1981-1997 dengan organisasi keagamaannya yakni NW (Nahdlatul Wathan yang berarti Kebangkitan Tanah Air) juga berdakwah melalui pendidikan dengan mendirikan madrasah NWDI dan NBDI merafleksikan perlawanan terhadap penjajah.[6]
Dalam pencalonan Tuan guru Bajang sosok pemuda yang berlatarbelakang santri ini juga memberikan warna pada dinamika politik masyarakat Sasak yang sebelumnya selalu dikuasai oleh golongan Menak (kaum bangsawan). Kemenangan Tuan guru Bajang dua kali berturut-turut ini bukan hanya dikarenakan faktor ketokohan yang dimilikinya,[7] melainkan juga memiliki modal sosial yang cukup, memiliki masa yang jelas dan momentum yang tetap. Karena dari semua calon yang ada memiliki keterlibatan korupsi. Sehingga Tuan guru Bajangadalah calon alternatif yang paling bersih dari calon-calon yang ada.
Tuan guru Bajang unggul hampir dalam setiap survei dalam periode awal, dengan torehan angka 38,84 % (KPI) atau 37,06 % (LSI), mengalahkan calon lain. Popularitas Tuan guru Bajang dan Badrul Munir (BaRu) menempati peringkat teratas dibandingkan tiga kandidat lainnya, yakni Serinata-Husni Jibril (Serius), Nanang Samoedra-M. Jabir (Naja), dan Zaini Arony-Nurdin Ranggabrani (Zanur).  Tak ayal iapun memenangkan Pilkada 2008 dengan meraih suara telak 38% suara.
Pilkada Tahun 2013. Pasangan calon yang menamakan diri TGB-Amin itu didukung oleh tujuh partai dengan total 32 kusi di DPRD NTB. Ketujuh partai itu masing-masing, Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa. Sebagai pasangan calon petahana (incumbent), TGB-Amin bertekad melanjutkan program-program pemerintah yang selama ini belum tuntas dijalankan pada periode 2008-2013.[8]
Tanggal 13 Mei 2013 Pada pemilihan kepala Daerah Nusa Tenggara Barat yang kedua kalinya, beliau sekagai Incumbent meminang wakil baru yakni Dr.  Muhammad Amin,  mantan pimpinan DPRD di salah satu daerah kabupaten selama dua periode. Yang pada periode pertama Wakil Gubernurnya adalah H. Badrul Munir. ada empat calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang meramaikan bursa Pilgub di NTB.
Makalah ini juga lebih jauh akan membahas tentang program-program unggulan pemerintah NTB yang tertuang dalam visi “NTB Yang Beriman, Berbudaya, Berdaya Saing Dan Sejahtra”.  
B.     Dr.TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A
Menelaah sosok kepemimpinan Dr.TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A menjadi Gubernur NTB sangat lah menarik perhatian banyak orang. Dalah sejarahnya tidak pernah seorang tuan guru menjadi kepada pemerintahan di NTB. sosok Gubernur termuda[9] ini mengantarkan NTB meraih segudang prestasi dalam berbagai bidang.[10] Berbagai prestasi tersebut membuktikan bahwa kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di Provinsi NTB telah memberikan dampak yang nyata ditengah-tengah masyarakat. Kebijakan-kebijkan dan program-program yang ia sodorkan kepada masyarakat dinilai berbagai kalangan terbukti pro terhadap hajat orang banyak di NTB.
DrTGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A atau yang akrab disapa Tuan guruBajang lahir di PancorSelong31 Mei 1972. Beliau adalah putra ketiga dari pasangan HM Djalaluddin SH, suku Sasak, ia seorang pensiunan birokrat Pemda NTB dan Hj. Rauhun Zainuddin Abdul Madjid, putri dari TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid (Tuan guru Pancor), pendiri organisasi Islam terbesar di NTBNahdlatul Wathan (NW) dan pendiri Pesantren Darun-Nahdlatain. Kakeknya, Maulana Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Majid ini adalah seorang anggota Konstituante pada zaman Soekarno dan anggota MPR di zaman Suharto.
Tuan guru Bajang mengenyam pendidikan dasar di SDN 3 Mataram (Sekarang SDN 6 Mataram), lulus tahun 1986. Ia melewati jenjang SLTP di Madrasah Tsanawiyah Mu'allimin Nahdlatul Wathan Pancor hanya selama 2 tahun, dan lulus Aliyah di yayasan yang sama tahun 1991. Sebelum memasuki perguruan tinggi ia menghafal Al-Qur'an di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan Pancor selama setahun (1991-1992).
Kemudian pada tahun 1992 Majdi berangkat ke Kairo guna menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Universitas Al-Azhar Kairo dan lulus meraih gelar Lc. pada tahun 1996. Lima tahun berikutnya, ia meraih Master of Art (M.A.) dengan predikat "Jayyid Jiddan".
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Al-Azhar selama 10 tahun, Majdi melanjutkan ke program S3 di universitas dan jurusan yang sama. Pada bulan Oktober 2002, proposal disertasi Majdi diterima. Judulnya, "Studi dan Analisis terhadap Manuskrip Kitab Tafsir Ibnu Kamal Basya dari Awal Surat An-Nahl sampai Akhir Surat Ash-Shoffat" di bawah bimbingan Prof. Dr. Said Muhammad Dasuqi dan Prof. Dr. Ahmad Syahaq Ahmad. Beliau berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat “Martabah EL-Syaraf El Ula Ma`a Haqqutba” atau Summa Cumlaude pada hari sabtu, 8 Januari 2011 dalam munaqosah (sidang) dengan Dosen Penguji Prof. Dr. Abdul Hay Hussein Al-Farmawi dan Prof. Dr . Al-Muhammady Abdurrahman Abdullah Ats-Tsuluts.
Beliau aktif memberikan tausyiah di masyarakat jauh sebelum Pilkada dihelat. Ia dekat dengan jamaah wirid, jama’ah hizib, jama’ah tarekat karena pengajian itu sebenarnya medium yang sangat efektif untuk menyampaikan hal-hal yang terkait pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan lain-lain.  Ia tidak hanya terhubung pada lingkarannya saja (warga NW) namun juga lintas suku (Sasak, Samawa, Mbojo), lintas bahasa dan lintas keyakinan yang terbangun beriringan dengan aktivitas dakwah yang dijalankannya. Ia tak segan-segan terjun ke pelosok-pelosok desa di Lombok dan Sumbawa[11]. Jadi tak heran kalau beliau terpilih menjadi gubernur NTB.
C.    KIPRAH MAJDI SEBAGAI GUBERNUR
Dalam membahas tetang seorang tokoh tentu tidak terlepas dari membahas tentang pemikiran-pemikirannya, peran dan sebagainya. Saya melihat dari pemikiran beliau ini melahirkan program-program yang pemerintah sebelumnya tidak memikirkannya atau tidak pernah melakukannya. 
·         PROGRAM VISIT LOMBOK SUMBAWA
NTB adalah salah satu destinasi pariwisata Nasional dan Internasional di Indonesia, duduk di peringkat lima besar destinasi dunia di wakili oleh Gili Trawangan dengan Bali di peringkat kedua. Jika digabung pulau Lombok sendiri dengan banyak pulau-pulau kecilnya (Gili) ditambah pulau Sumbawa maka Bali akan barada di bawah provinsi NTB. Daya tarik NTB misalnya pantai Moyo di Sumbawa pernah dikunjungi oleh Ledy Diana, bukan hanya itu di pulau Lombok sendiri sering sekali dikunjungi selebriti dunia, ada mantan presiden Amerika Bill Clinton, Mc Jagger, dan banyak sekali pesohor dunia yang pernah bermalam di Lombok. NTB sendiri terdiri dari 280 pulau, dua pulau besar (pulau Lombok dan pulau Sumbawa) dan sisanya adalah pulau-pulau kecil (Gili). Di dua pulau besar itu hampir sebagian besar dari lima belas destinasi pariwisata yang utama di NTB itu terdapat di dua pulau tersebut, sisanya itu di pulau-pulau kecil yang disebut dengan Gili.
Dalam lima tahun terakhir di masa kepemimpinan Majdi, perkembangan pariwisata NTB sangat progresif  dari 400 ribu wisatawan di tahun 2008 dan terakhir pada tahun 2012 sebanyak 1,15 juta wisatawan padahal targetnya hanya 1 juta wisatawan dan majdi bercita-cita di tahun 2013 hingga 2015 akan tercapat 2 juta wisatawan. Yang dilakukan Majdi adalah memfasilitasi, ia meyakini bahwa peran pemerintah ialah sebagai fasilitator. Ia memfasilitasi para pelaku usaha, juga memfasilitasi inisiatif masyarakat untuk mengembangkan pariwisata di NTB seperti membentuk kelompok POKDARWIS (kelompok sadar wisata), kampung media dan yang paling utama juga membenahi infrastruktur jalan ke destinasi-destinasi wisata agar akses kesitu lebih mudah. Meskipun kemampuan fiskal NTB memang terbatas, kekuatan fiskal NTB di ADBD tidak besar dan terendah menurut Kementrian Keuangan.  Infrastruktur yang sudah dilakukan ialah membuka Bandara Internasional Lombok (BIL) yang dulunya berlokasi di Mataram, dipindah ke kawasan Lombok Tengah karena lebih dekat dengan obyek-obyek wisata.  Flight asingpun berdatangan, mulai dari Australia, Singapura, Malaysia dan terakhir Hongkong. Meskipun sempat ada ketegangan disaat pembebasan lahan Majdi meyakinkan masyarakat bahwa dengan adanya bandara tersebut akan menyerap tenaga kerja yang banyak terutama orang pribumi, sehingga ketegangan pun mereda.
Selain merangkul pemerintah pusat ia juga merangkul investor-investor asing yang mau dan mendukung pariwisata di NTB. NTB dikatakan unik di mana perkembangan pariwisatanya mengalami progresif juga dalam waktu yang bersamaan dengan religiusitasatau penghayatan keagamaannya yang sangat kuat. Kalau di pulau Bali kita sering lihat didominasi dengan corak agama Hindunya dengan upacara-upacara keagamaannya dan banyak Pura sedang di pulau Lombok  adalah corak Hindu dan Islam, terdapat banyak Pura untuk agama Hindu dan banyak sekali Masjid sehingga Lombok terkadang disebut-sebut dengan julukan pulau seribu Masjid.
Madji melihat potensi pariwisata NTB bukan saja pada alamnya melulu namun juga pada  budayanya. Terdapat tiga suku di NTB yaitu suku Sasak di pulau Lombok, suku Samawa dan suku Mbojo di pulau Sumbawa. Ketiga suku ini tidak pernah mengalami perpecahan, selalu tumbuh toleransi di antara mereka dan mereka hidup berdampingan.
Kritik membangun dari pemakalah adalah masih belum mampu menandingi Bali, Yogyakarta dan daerah-daerah lain dalam segi kesadaran kolektif masyarakat. 
·         ROGRAM MAJDI MENGANGKAT IPM NTB
Nusa Tenggara Barat jika kita tengok lebih jauh, dalam empat dekade dahulu, bergerak lambat. Provinsi ini masuk dalam pembangunan manusia peringkat ke-32 dari 33 provinsi dengan nilai 57,8. Di tahun 2004 malah merosot menjadi nomer 33 padahal IPM naik 60,6.[12]    
Hal ini yang mungkin menggerakkan hati sosok muda ini untuk membawa NTB lebih maju.  Warisan organisasi NW dari kakeknya almarhum maulana syeikh Zainudin Abdul Majid yang setelah itu PBNW diketuai oleh ibundanya umi Rauhun[13] sedikit tidak memobilisasi dirinya untuk mencoba mencalonkan diri dalam pilgub, tak ayal beliaupun menang.
 Dalam kepemimpinannya menurut publikasi Badan Pusat Statistik terkait IPM sepanjang 2008-2010 :
NTB tergolong sebagai 7 provinsi dengan pencapaian IPM tertinggi, karena mampu mendongkrak pertumbuhan IPM hingga 0,84 persen per tahun, sepanjang 2008 hingga 2010. Pencapaian NTB di atas Nusa Tenggara Timur, dan berada dibawah Sulawesi Selatan dengan 0,99 persen, Bali (0,92), Papua Barat (0,88), Jawa Timur (0,88), dan Kalimantan Selatan (0,88). NTB bahkan jauh mengungguli pencapain DKI Jakarta yang berada pada nomor buncit yang hanya mencapai pertumbuhan 0,37 persen. Pencapaian tinggi pertumbuhan IPM NTB didasarkan pada sejumlah tolak ukur. Untuk parameter kesehatan, dalam kurun waktu tiga tahun itu, Usia Harapan Hidup di NTB meningkat 0,61 tahun dari posisi 61,50 menjadi 62,11 tahun.
Itu adalah kondisi riil IPM NTB tahun 2010. dan kondisi riil dua tahun sebelum publikasi. "Jadi IPM NTB tahun 2012-2013 baru akan dipublikasi BPS tahun 2015.
Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB kurun tiga tahun terakhir nangkring pada posisi keenam di Indonesia. NTB masuk dalam tujuh provinsi dengan pertumbuhan IPM tertinggi. Pencapaian ini sudah lebih dari cukup mengonfirmasi, bagaimana NTB dikelola kurun tiga tahun terakhir, terutama terkait ikhtiar mendongkrak daya beli masyarakat, meningkatkan layanan kesehatan, dan memeratakan layanan pendidikan, tiga pilar tolak ukur IPM.
Pada bulan Desember lalu pemerintah Indonesia bersama dengan 189 negara lain berkumpul menghadiri puncak pemilihan Millenium Development Gold (MDG) Award yang berada di New York dan pada saat itu juga ditanda tangani deklarasi MDG Award. BAPENAS memberikan penghargaan kepada Majdi atas prestasinya di NTB meraih MDG Award tersebut,  pemberian the Millenium Development Gold Award kepada provinsi NTB yang artinya bahwa provinsi NTB dianggap sebagai provinsi yang paling progresif, dari pencapaiannya itu paling baik dibandingkan provinsi lain untuk mencapai tujuan-tujuan MDG tersebut.
Yang dilakukan Madji ialah meningkatkan sektor-sektor pembangunan sosial seperti kesehatan yang menyangkut kesehatan ibu dan anak. Yang ia tekankan diantaranya melengkapi ujung tombak-ujung tombak pelayanan-pelayanan kesehatan dasar yakni posyandu-posyandu yang sangat depan bersentuhan dengan masyarakat yang bisa menjangkau masalah-masalah kesehatan di tingkat yang paling dasar, dan beberapa regulasi juga ia pastikan agar kaum perempuan mendapat pelayanan dasar yang baik di antaranya peraturan yang mengatur persalinan itu harus ditangani oleh bidan yang sudah terlatih di samping itu untuk menunjang regulassi tersebut diadakannya pelatihan-pelatihan dengan dua digit artinya alokasi sekitar 10 % dari APBD. Kemudian dalam bidang pendidikan, dengan mengalokasikan 20 % anggaran untuk sektor pendidikan. Majdi menekankan pemberian alokasi dana untuk memastikan bahwa siswa tidak mampu itu dapat tetap sekolah, ia berpendapat siswa miskin di NTB itu tidak boleh tidak sekolah dengan alasan ekonomi sehingga ada program yang namanya BSM (bantuan siswa miskin).


·         PROGRAM BUMI SEJUTA SAPI (BSS)
Salah satu program unggulan Majdi yang juga terbilang sukses ialah Program Bumi Sejuta Sapi. Ia melihat sumberdaya yang musti dikembangkan juga peternakan sapi, karena sebagian besar warga NTB adalah peternak dan petani. Program NTB BSS itu merupakan bagian dari upaya pencapaian target swasembada daging di Indonesia pada tahun 2010. Semenjak peluncuran program BSS saat HUT ke-50 Pemerintah Provinsi NTB, 17 Desember 2008, sekaligus tindak lanjut dari Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014. berbagai upaya telah dilakukan seperti pembuatan dokumen perencanana "Blue Print" BSS yang melibatkan para pakar dan peneliti.
Dokumen tersebut menjabarkan secara rinci mengenai hasil akhir program BSS dalam kurun waktu lima tahun yang meliputi cara atau proses pencapaian dan pelaksanaannya sebagai acuan dan pedoman bagi semua pihak.
         Upaya lainnya yakni penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur NTB dengan Dirjen Peternakan, yang ditindak lanjuti dengan dukungan dana dekonsentrasi tahun anggaran 2009 sebesar Rp16,25 miliar.
         Dana itu dipergunakan untuk pengadaan dan operasional 50 orang tenaga Sarjana Membantun Desa (SMD) di bidang peternakan. Gubernur NTB itu juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan bupati se-pulau Sumbawa tentang pengembangan peternakan sapi sistem padang penggembalaan (disebut Lar dalam bahasa daerah Sumbawa dan So dalam bahasa daerah Bima/Dompu) Kesepakatan Gubernur NTB dengan bupati se-pulau Sumbawa itu telah ditindak lanjuti dengan pembahasan secara intensif pengembangan 'pilot project' Lar Limung dengan luas areal 1.007 Hektare di wilayah Kecamatan Moyo Utara dan Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa.
Walhasih NTB ikut membantu mengatasi kelangkaan daging sapi di wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan mengirim sebanyak 5.000 ekor sapi potong. Majdi menuturkan "Ketika terjadi kelangkaan daging sapi di Jabodetabek sehingga harganya naik sampai Rp 95 ribu, bahkan Rp100 ribu per kilogram, maka Alhamdulillah NTB bisa berkontribusi dengan 5.000 ekor sapi,"[14].
Seperti diketahui, setiap tahun NTB mengantarpulaukan sapi ke daerah lain di Indonesia, seperti 5.000 ekor ke Jabodetabek. Data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, ternak sapi bibit dan potong yang diantarpulaukan dari Pulau Lombok dan Sumbawa, Provinsi NTB sepanjang 2012 mencapai 37.000 ekor, atau sekitar 30 persen dari potensi yang dimiliki.[15]

D.    PENUTUP      
Krisis kepemimpinan yang terjadi di Indonesia, membuat sebagian kalangan pisimis akan keberlangsungan republik ini.  telaah kepemimpinan TGB ini memberikan angin segar kepada kita semua bahwa masih banyak figur-figur pemimpin yang masih pro terhadap rakyat. Tuan guru Bajang, Sri Rismaharini,   dan masih banyak contoh lain yang belum sama sekali kita kemukakan diskusi-diskusi baik di forum-forum atau di warung kopi.  
Program-program yang di ciptakan Gubernur termuda di atas sebenarnya refleksi dari visi yang dia buat yaitu:”NTB Yang Beriman, Berbudaya, Berdaya Saing Dan Sejahtera”. Keberagamaannya tetap kuat, kebudayaannya tetap ada sampai kapanpun tetapi pada saat yang sama juga ada daya saing dengan provinsi-provinsi di sekitarnya dan cita-citanya tentu masyarakat NTB menjadi masyarakat yang sejahtera.
Dari visi di atas lahir program-program yang pro terhadap umat seperti Visit Lombok SumbawaProgram Pendidikan Dan KesehatanProgram Bumi Sejuta Sapi dan sebenarnya masih banyak lagi program-program yang pemakalah tidak cantumkan di atas.  




[1] Masih hidup budaya-budaya yang mirip dengan kebudayaan bali seperti budaya seni gambelan, ogoh-ogoh, seni tari dll.
[2] Masuknya Islam ke pulau lombok di awali dari masuknya pedagang-pedagang nusantara yang beragama Islam kemungkinan abad ke-15. Yang sebelumnya pada abad ke 13-14 Lombok di bawah kekuasaan Majapahit. 
Sebutan untuk tingkatan kasta bangsawan dalam suku sasak, kasta ini masih eksis di masyarakat  sasak  sampai sekarang. Mayoritas kaum menak tinggal di pedesaan yang masih memegang adat istiadat yang kuat. Hubungan darah biru ini ditandai dari nama individu-individu seperti : Lalu untuk laki-laki,Baiq untuk perempuan.  Apabila laki-laki dari kalangan bangsawan menikah dengan wanita yang bukan golongan bangsawan, status bangsawannya masih melekat dan keturunannya masih bernama lalu dan baiq. Berbeda halnya dengan wanita yang berasal dari kaum bangsawan menikah dengan laki-laki yang bukan bangsawan maka kasta menaknya akan hilang.
[4] Panggilan untuk Dr. Zainul Majdi, MA.
[5] Lihat. Sarjono, Politik Tuan Guru Bajang “Fajar Kebangkitan Demokrasi di Lombok” (Malang: ENZAL Press, 2012).  Dalam buku ini Sarjono menggambarkan bagaimana kebangkitan tuan guru dan peran penting Publick relation dalam kesuksesan pilkada.
[6] Pendirian dua madrasah tersebut sebagai bentuk penghargaan terhadap kesetaraan antara laki-laki dan perampuan. Di mana pada saat itu perampuan masih dianggap kelas kedua di masyarakat sasak. Upaya tersebut sejalan dengan ungkapan Daryagant “ Education Women Made Great Contribution To The Cause Of Education And Learning. They Became The Source Of Guidance And Enlightment For The Society” lihat, Daryagant Kalan Mahal, Kitab Bhavan (New Delhi: Prince Offset Press Pataudi Hause, 1784), h. 34. 
[7]  periode pertama diusung koalisi PBB dan PKS.
[8] Lihat. Compas online. http://nasional.kompas.com/read/2013/02/11/.
[9] Penghargaan sebagai Gubernur Termuda di Indonesia oleh Museum Rekor Dunia Indonesia. Pada saat dilantik sebagai Gubernur NTB, 17 September 2008, Majdi berusia 36 tahun tiga bulan 17 hari.Gubernur termuda sebelumnya adalah Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin berusia 36 tahun lima bulan pada saat dilantik Maret 2006.  
[10] Di tahun-tahun pemerintahannya, Provinsi NTB banjir Prestasi pembangunan. Setelah sehari sebelumnya, Kamis, (2/12/2010) Gubernur NTB, Zainul Majdi., menerima penghargaan The Best Province Tourism Develovment dengan dikukuhnya NTB sebagai Provinsi Pengembang Pariwisata Terbaik versi ITA di Metro TV, Penghargaan yang tidak kalah bergengsinya kembali diterima gubernur termuda di Indonesia itu, Jumat, (3/12/2010) berupa penghargaan di Bidang Pangan dari Presiden RI atas Prestasi meningkatkan produksi Padi (P2BN) lebih dari 5 pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berkat beliauNTB berhasil mencatat peningkatan produksi padi tertinggi di Indonesia yang mencapai 14,7 pada periode (2007-2008). Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Pukul.09.00 WIB Tahun 2011.
[11] Sarjono, Politik Tuan Guru Bajang “Fajar Kebangkitan Demokrasi di Lombok” (Malang: ENZAL Press, 2012), H. 104.
[12]  Ibid, 110
[13] Awal tahun 1999, dua bersaudari anak TGH. Zaenudin Abdul Majid saling berseteru, Rauhun anak yang lebih tua memenangkan tampuk kekuasaan NW, sehingga menggeser adiknya   Raehanun ke Desa pegunungan Anjani.  Lihat tulisan Jhon M. MacDougall, Kriminalitas Dan Ekonomi Politik Keamanan Di Lombok,dalam Buku Politik Lokal Di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 390.
[14] kata Zainul pada panen pedet (anak sapi) di Balai Inseminasi Buatan (IB) Banyumulek, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Yang dihadiri dihadiri Menteri Pertanian (Mentan) Suswono, dan Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Kemristek Idwan Suhadi, serta pejabat terkait lainnya, juga sejumlah pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang permodalan