Halal dan haram dalam islam adlh suatu pembahasan yang cukup komplek karena halal dan haram menyentuh hampir seluruh lini kehidupan muslim tak terkecuali dalam hal mengumpulkan harta.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan beroleh pahala, bahkan dosanya akan menimpa dia,” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan beroleh pahala, bahkan dosanya akan menimpa dia,” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
seorang pun yang bekerja untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan haram kemudian
ia sedekahkan, bahwa sedekahnya itu akan diterima; dan kalau dia infaqkan tidak
juga mendapat barakah; dan tidak pula ia tinggalkan di belakang punggungnya
(sesudah ia meninggal), melainkan dia itu sebagai perbekalan ke neraka.
Sesungguhnya Allah tidak akan menghapuskan kejahatan dengan kejahatan, tetapi
kejahatan dapat dihapus dengan kebaikan. Kejelekan tidaklah dapat menghapuskan
kejelekan,” (HR
Ahmad).
Oleh karena
itu, barangsiapa mengumpulkan uang yang diperoleh dengan jalan riba, maksiat,
permainan haram, judi dan sebagainya yang dapat dikategorikan haram, dengan
maksud untuk mendirikan masjid atau untuk terlaksananya rencana-rencana yang
baik lainnya, maka tujuan baiknya tidak akan menjadi syafaat baginya, sehingga
dengan demikian dosa haramnya itu dihapus. Haram dalam syariat Islam tidak
dapat dipengaruhi oleh tujuan dan niat.
Demikian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula. Allah pun
memerintah kepada orang mu’min seperti halnya perintah kepada para Rasul.”
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat:
“Hai para Rasul!
Makanlah dari yang baik-baik (halal) dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
aku Maha Mengetahui apa saja yang kamu perbuat,”(QS al-Mu’minun: 51).
“Hai orang-orang
yang beriman! Makanlah dari barang-barang baik yang telah Kami berikan
kepadamu,” (QS al-Baqarah: 172).
Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian
ada seorang laki-laki yang datanq dari tempat yang jauh, rambutnya tidak
terurus penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit sambil
berdoa: Yaa Rab, Yaa Rab (hai Tuhanku, hai Tuhanku), padahal makanannya haram,
minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan barang yang haram
pula, maka bagaimana mungkin doanya itu dikabulkan,” (HR Muslim dan Tarmizi)
Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun
baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia
itu tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh
dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji.
Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan
caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan prinsip apa yang
disebutal-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara
apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu
ilal haq bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu
yang baik, boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada
adalah sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik
pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar