Kamis, 23 April 2015

Q.S Ibrahim dan Budaya Jual Balit,


Istilah Mudharabah Atau Mengerjakan Lahan Milik Orang Lain Untuk Diambil Manfaatnya Mulai Diperkenal Semenjak Ulama’ Fiqih Mulai Mengkaji Khazanah Keislaman Secara Mendalam Dikarenakan Kebutuhan Ummat Yang Semakin Komplek, Dalam Kontek Tersebut Islam Memperbolehkan Pemeluknya Untuk Melaksanakan  Praktik-Praktik Ekonomi Yang Menjadi Tangga Menuju Kesejahteraan Tanpa Melakukan Pembedaan Kasta,
Saya Seorang Sarjana Hukum Islam Semenjak 2007, Mulai Mengkaji Lebih Mendalam Tentang Praktik Tersebut Dengan Harapan Mampu Menemukan Sebuah Solusi Bagi Kebuntuan Ekonomi Yang Selama Ini Membelenggu Diri Saya, Hasilnya Cukup Baik Terbukti Semenjak Dua Tahun Dalam Kegamangan Saya Bertemu Dengan Seorang Yang Mampu Menunjukkan Hal Tersebut Dan Hasilnya Sangat Baik. Sekali Lagi Saya Ucapkan Terimakasih Atas Jasanya,
Bagi Masyarakat Sasak Terutama Di Tempat Tinggal Saya, Praktik Jual Balit Dan Beli Balit Dilakukan Hampir Sepanjang Tahun, Hal Tersebut Dilakukan Masyarakat Bukan Hanya Atas Dorongan Ekonomi Semata, Namun Sebagai Upaya Untuk Mengamalkan Praktik Ta’awun Yang Menjadi Pondasi Awal Pelaksanaan Syariat Islam Yang Menjadi Rahmatan Lilalamin.
Taksiran Harga Jual Dan Harga Beli Balit Berkisar Antara 100-150 Ribu Per-Arenya Sehingga Harga Satu Hektarnya Hampir Mendekati 10.000.000, Dengan Penghasilan Yang Cukup Memadai Sekitar 15.000.000 Permusimnya, Ditambahlagi Dengan Penghasilan Di Musim Tanam Penghujan . Ada Dua Istilah Yang Paling Populer Yang Di Dengar Dalam Praktik Jual Beli Ini, Yaitu Kata Taun (Musim Hujan) Dan Kata Balit (Musim Kemarau).
Fitback dari praktik ini selain mampu mencipta lapangan pekerjaan juga bisa menambah relasi bagi kedua belah pihak dimana pihak pertama bisa mendapatkan pekerja handal untuk mengerjakan lahan yang tidak mampu dikerjakan oleh dirinya sendiri, sedangkan keuntungan bagi pihak kedua adalah mengasah potensi diri yang dimiliki terutama dalam kompetensi sebagai petani atau pekebun.
Kendala yang dihadapi pihak terkait hal jual beli balit ini terutama dirasakan oleh pihak kedua sebagai pembeli adalah meningkatnya harga jual yang terus menerus mengalami kenaikan dari tahun ketahun disebabkan oleh tidak adanya standarisasi atau patokan baku yang digunakan pihak pertama atas pihak kedua sehingga semua resiko ditanggung pihak kedua.

(Abu Ikbal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar