Rabu, 26 Maret 2014

Al Isra' dan Retorika Masjid

Saya dilahirkan di sebuah dusun terpencil dengan penduduk yang relatif jarang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk lain di desa saya, namun ada yang membuat saya lebih berbangga hati karena di dalam Dusun atau ditanah kelahiran saya terdapat sebuah mushalla yang sangat saya banggakan keberadaannya,
saya katakan demikian karena pengalaman spiritual saya sebelum menjelajah dan duduk di bangku perguruan tinggi terbentuk lebih dahulu dan saya secara etimologis ber isra' terlebih dahulu dari mushalla itu. 
Tanpa bermaksud mengkerdilkan pendapat dan pandangan Anda tentang hakikat dan makna Isra' dalam Alqur'an saya akan mengulang kembali nostalgia lama saya selam tinggal dan dibesarkan oleh mushalla tersebut.
dikampung saya Mushalla memiliki pungsi yang sama dengan masjid sebagaimana di tempat lain namun yang berbega adalah jumlah Mukimin semenjak saya masih kanak-kanak yang relatif jarang sehingga saya harus mendirikan salat Jum'at di masjid desa, 

Anda Mungkin bertanya dengan judul diatas dan saya fikir saya boleh menjelaskan alasan mengapa saya menyebut diri saya secara etimologis telah melakukan isra' begini sejarahnya,
 Agama dan Politik Adalah sisi yang berbeda namun merupakan kesatuan yang sulit untuk dibedakan meskipun kita masih bisa membedakannya, namun upaya tersebut akan menjadi cendrung lebih sia-sia karena banyak nilai historis yang akan hilang dari akarnya dan menjadi kepingan yang tak menarik lagi, dalam sejarah perkembangannya Mushalla Al Islah Dayen Kubur Merupakan Mushalla yang didirikan dengan Tujuan Sebagai Masjid atau tempat peribadatan Jamaah bagi suatu kampung, karena alasan sakral tersebutlah berbagai aturan yang dibuat pemerintah kemudian megeluarkan larangan kepada jamaah untuk melibatkan tempat peribadatan sebagai sarana Politik.
Kembali keawal Bahwa Perjalanan panjang Mushalla Al Islah Dayen kubur ini menyimpan Beragam wisata Religi dan semangat patriotisme yang menjadi Inspirasi bagi masyrakat kampung Sekitarnya, Tersebutlah Penggagas Pertama Dan peletak batu pertama pendirian Mushalla ini adalah Tuan Guru Haji Muhammad Fadil Al-Labawi (Sasaknya: Lebuy) Kedelai Hitam Sebagai bahan dasar Pembuatan Kecap, Secara Geografis Mushalla al Islah Bersebelahan dengan Maqam Tuan Guru Haji Muhammad Fadil dengan luas sekitar 10X12 meter/segi dan kapasitas jamaah sekitar 100 orang pada beranda dan terasnya.
Mushalla ini telah melakukan beberapa kali renovasi sehingga bangunan aslinya hampir tidak bisa di jumpai secara utuh kecuali yang tersisa adalah Kubah yang berdiameter 125 Cm berbentuk segi enam di atas mimbar persis di depan Pusara Maqam tuan guru Haji Muhammad Fadil. Mushalla al Islah adalah sebuah simbol kemenangan bagi warga Kampung karena selain fungsinya sebagai tempat peribadatan juga bisa difungsikan sebagai pusat perjamuan dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh warga kampung disekitarnya.
Melihat kondisinya yang sekarang sudah berbalik dari sebuah Bangunan berundak yang dikelilingi kolam sebagai tempat mengambil air wudlu jamaah pada masa hayat Tuan guru Haji Muhammad fadil kini telah menjadi sebua beranda yang mampu menampung jamaah yang lebih banyak dengan segala keperluan yang di lakukan diatasnya, mushalla Al islah masih dijadikan Simbol Kemenangan bagi Warga Kampung.
Salah satu tokoh kharismatik yang saya jumpai pada sebuah acara di Mushalla Al Islah menyebutkan bahwa sejarah kebudayaan islam mencatat bahwa Masjid/Mushalla sebenarnya di zaman rasulullah di jadikan sebagai pusat peradaban bagi jamaah/ummat islam, oleh karena itu tidak ada alasan bagi jamaah untuk melakukan kegiatan apasaja yang berkaitan dengan kemajuan kampung apabila di pusatkan di masjid/Mushalla dan tempat ibadah lainnya, Jelas TGH Muhammad Yususf Makmum Sebagai Pewaris Kharisma Bapaknya Tuan Guru Haji Muhammad Fadil. (Bersambung) 

Lombok Timur 26 Maret-2014

Abu Ikbal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar